Senin, 31 Desember 2012

Tafsir Al-Maraghi


A.    PENDAHULUAN
Tafsir Al-Maraghi, termasuk ke dalam golongan tafsir kontemporer. Hal ini dapat dilihat jelas selain dari waktu penyusunan tafsirnya, dapat terlihat juga dari cara Al-Maraghi menafsirkan ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an. Al-Maraghi menafsirkannya dengan cara yang lebih sistematis, sehingga mudah dicerna oleh setiap pembacanya. Pada terbitan yang pertama, tafsir Al-Maraghi ini terdiri dari 30 jilid, namun hal itu terlihat sangat banyak kemudian pada terbitan selanjutnya diperampinglah penerbitannya sampai menjadi 10 jilid saja.
Karena disusun di Mesir, pemikiran Al-Maraghi juga tidak lepas dari pengaruh dua ulama besar Al-Azhar, Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, yang tidak lain mereka adalah guru-gurunya. Banyak ahli tafsir yang melihat percikan-percikan Tafsir Al-Manar yang disusun oleh dua ulama besar awal abad dua puluh tersebut dalam Tafsir Al-Maraghi, terutama dari sisi modernitas pemikirannya. Berbeda dengan tafsir salaf yang sistematika penulisannya relatif sederhana, meski pembahasannya sangat mendalam, Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyusun tafsirnya dengan sistematika yang lebih bercorak.
Dimulai dengan menyebutkan satu, dua, atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan, yang pengelompokannya berdasarkan kesatuan pokok bahasan. Meski dikelompokkan namun urutan ayat dan surahnya tetap seperti biasa, yakni mulai dari surah al-Fatihah sampai surah an-Nas. Disusul kemudian dengan penjelasan kosa kata (syarh al-mufradāt) yang secara umum dianggap sukar, lalu uraian pengertian global ayat (ma’na al-Ijmali). Setelah diajak memahami maksupd ayat secara umum, pembaca lalu disuguhi penafsiran yang lebih rinci dan luas. Pengertian ijmali tersebut merupakan hal baru dalam dunia tafsir, yang belum pernah dilakukan oleh mufassir lain sebelumnya.

  1. BIOGRAFI AL-MARAGHI
Nama lengkap Al-Maraghi adalah Ahmad Musthafa Ibn Musthafa ibn Muhammad ibn Abd al-Mun’im al-Qadhi al-Maraghi. Ia lahir pada tahun 1300 H/1883 M di kota Al-Maraghah, propinsi Suhaj, kira-kira 700 km arah selatan Kairo.[1] Ahmad Musthafa Al-Maraghi berasal dari kalangan ulama yang taat dan menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa 5 dari 8 orang putra laki-laki Syekh Musthafa Al-Maraghi (ayah Ahmad Musthafa Al-Maraghi) adalah ulama besar yang cukup terkenal, yaitu:
  1. Syekh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang pernah menjadi Syekh Al-Azhar dua periode, tahun 1928-1930 dan 1935-1945.
  2. Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi, pengarang Tafsir Al-Maraghi.
  3. Syekh Abdul Aziz Al-Maraghi, pernah menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar dan imam Raja Faruq.
  4. Syekh Abdullah Musthafa Al-Maraghi, pernah menjadi inspektur umum pada Universitas Al-Azhar.
  5. Syekh Abdul Wafa Musthafa Al-Maraghi, pernah menjadi sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Universitas Al-Azhar.[2]
Al-Maraghi mula-mula belajar dari buku al-Qaryah dan tidak lama kemudian beliau hafal Al-Qur’an. Setelah lulus sekolah dasar dan menengah, pada tahun 1314 H orang tuanya menyuruh Al-Maraghi untuk melanjutkan studi di Al-Azhar. Disinilah ia mendalami bahasa arab, tafsir, hadits, fiqih, akhlak dan ilmu falaq. Diantara guru-gurunya, Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Hasan Al-Adawy, Syekh Muhammad Bahis Al-Mufthi, dan Syekh Ahmad Rifa’i Al-Fayumi. Tidak lama setelah tamat belajar, Al-Maraghi diangkat menjadi guru di beberapa sekolah menengah kemudian diangkat menjadi direktur sebuah sekolah guru di Fayum.
Pada masa selanjutnya Al-Maraghi semakin mapan, baik sebagai birokrat maupun sebagai intelektual muslim, menjadi Qadi Al-Qudat dan menduduki jabatan Mahkamah Tinggi Syariah hingga tahun 1919, kemudian kembali ke Mesir pada tahun 1920. Pada bulan Mei tahun 1928 M, Al-Maraghi diangkat menjadi rektor Al-Azhar. Usia 47 tepatnya pada tahun 1952 M, ialah merupakan tahun dimana Al-Maraghi meninggal dunia.

  1. KARYA-KARYA AL-MARAGHI
Diantara karya Al-Maraghi yang terbesar adalah Tafsir Al-Maraghi, yang dibuat pada tahun 1365 H. Karya lainnya; ‘Ulum Balaghah, Hidayah Al-Thalib,al-Hisbah fi Al-Islam, Al-Diyanah wa Al-Akhlaq, Tahzih Al-Taudhih, dan yang lainnya.

  1. PANDANGAN ULAMA TERHADAP AHMAD MUSTHAFA AL-MARAGHI
Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam kitab At-Tafsir wa Al-Mufassirun dijelaskan bahwa, sesungguhnya Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sangat berhati-hati, beliau tidak berani menuangkan hasil ijtihadnya sebelum terlebih dahulu ia perhatikan beberapa aspek yang dianggapnya lebih penting dalam menafsirkan suatu ayat itu. Beberapa aspek tersebut antara lain:
  1. Terlebih dahulu mencari penafsiran dari ayat lain mengenai kandungan suatu ayat. Karena adakalanya suatu ayat dianggap mujmal di satu tempat, tetapi tidak di tempat lain.
  2. Setelah dia memperhatikan penafsiran yang diambil dari ayat Al-Qur’an itu sendiri, kemudian dia mencari penjelasan dari Rosulullah SAW dalam bentuk hadits, dengan terlebih dahulu diseleksinya, kemudian dia mengambil hadits-hadits yang menurutnya jalan periwayatannya benar.
  3. Dia mencari serta memperhatikan penjelasan yang datangnya dari ulama salaf, baik ulama salaf yang berasal dari sahabat atau ulama yang berasal dari kalangan tabi’in.
  4. Setelah itu dia memperhatikan dari aspek uslub kebahasaan.
  5. Bahkan dia senantiasa memperhatikan berbagai sunnatullah yang terjadi dan berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia dalam kauniah ini.
  6. Al-Maraghi juga selalu mengkaji dan memahami dari kitab-kitab tafsir yang terdahulu.
  7. Dengan keshalihan serta kewara’annya dia tidak berani mengungkapkan pendapatnya sebelum kesemua aspek diatas itu dia peroleh.[3]

  1. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan Tafsir Al-Maraghi ini, dikemukakan seperti penuturannya dalam muqaddimah tafsir tersebut, sebagai berikut:
  1. Menyampaikan ayat-ayat diawal pembahasan satu atau lebih dari ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga memberikan pengertian yang menyatu.
  2. Apabila terdapat ayat-ayat yang sulit dipahami, Al-Maraghi menjelaskan secara mufrodat (kata-kata).
  3. Menyebutkan maksud ayat secara ijmali, dengan maksud sebelum memasuki kepada penafsiran terlebih dahulu mengetahui makna ayat-ayat secara ijmali, kemudian ditafsirkan secara rinci.
  4. Menyertakan bahasan asbabun nuzul, jika terdapat riwayat shahih dari hadits yang menjadi pegangan para mufassir.
  5. Mengesampingkan istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, seperti: ilmu sharaf, nahwu, balaghah, dan yang lainnya.
  6. Gaya bahasa yang dipergunakan disesuaikan dengan perkembangan pengetahuan masa kini.
  7. Sebelum membahas, terlebih dahulu dia mengkaji tafsir terdahulu yang beraneka kecenderungannya serta masa penulisannya, setelah itu baru dia menyajikannya dengan gaya bahasa yang mudah diterima.
  8. Dalam pembahasannya, dia tidak memakai cerita-cerita orang dahulu, kecuali yang tidak bertentangan dengan agama serta tidak diperselisihkan.[4]

  1. Karakteristik Tafsir Al-Maraghi
a)      Metode
Metode yang digunakan Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan metode tahlili, hal itu dilihat dari cara beliau menafsirkannya dengan memulai mengelompokan ayat-ayat menjadi satu kelompok lalu menjelaskan pengertian kata-kata, maknanya secara ringkas, dan disertai asbabun nuzul, kemudian munasabah ayatnya. Pada bagian akhir, beliau memberikan penafsiran yang lebih rinci mengenai ayat tersebut.
b)      Sumber
Dilihat dari sumber penafsirannya, Al-Maraghi banyak menggunakan akal. Hal tersebut karena pengaruh dari gurunya yaitu, Muhammad abduh. Al-Qur’an menurut Muhammad Abduh tidak hanya berbicara kepada hati, tetapi juga pada akal pikiran, sebab Al-Qur’an menempatkan akal pada kedudukan tinggi. Karena itu Al-Qur’an harus dipahami secara kritis, bukan hanya sekedar membaca dan menghafalnya, karena itu wahyu dan akal keduanya merupakan tanda kekuasaan Allah dalam wujud ini. Kedua tanda kekuasaan itu tidak mungkin berlawanan, karena (1) keduanya menjadi tanda zat yang mutlak sempurna (2) wahyu dan akal merupakan sumber hidayah,[5] disesuaikan dengan keadaan pada masa itu, karena betapa pentingnya kedudukan akal dalam memahami Islam.
c)      Corak
Tafsir Al-Maraghi ini dapat dikatakan kitab tafsir yang memiliki corak Adabi Ijtima’i, hal itu disebabkan dari uraian dalam kitab tafsirnya menggunakan bahasa yang indah dan menarik dengan beroreintasi pada sastra, kehidupan budaya dan kemasyarakatan.
Arti umum mengenai corak Adabi Ijtima’i ini, dijelaskan oleh Husein Adz-Dzahabi, yaitu penafsiran yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa yang lugas, dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an, lalu mengaplikasikannya pada tatanan sosial, seperti pemecahan-pemecahan masalah-masalah umat islam dan bangsa pada umumnya, sejalan dengan perkembangan masyarakat.

  1. CONTOH PENAFSIRAN AL-MARAGHI MENGENAI AYAT MUTASYABIHAT
ßtƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& ….. ÇÊÉÈ[6] 
[7]




[1] Hasan Zaini, M.A., Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir Al-Maraghi, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, h. 15, cet.1
[2] Ibid, h. 16
[3] Husein Al-Dzahabi, At-Tafsir Wa Al-Mufassirun, II, 1976, h. 595
[4] Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz I, 1985, h. 18-22
[5] Ensiklopedi Islam, 1997, h. 256
[6] Q.S. Al-Fath [48]: 10
[7] Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz 26, 1946, h. 91

1 komentar: