Rabu, 24 Oktober 2012

TAFSIR MODERN KONTEMPORER


TAFSIR MODERN KONTEMPORER

BAB I
PENDAHULUAN

Kajian  tentang Al Qur`an dalam khazanah intelektual  Islam memang tidak pernah  mandeg. Setiap generasi memiliki tangung jawab masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian sebelumnya, yang di anggap out date . Kemunculan metode tafsir kontemporer diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi  dan latarbelakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting. Metode tafsir kontemporer adalah, metode penafsiran Al-Qur’an yang menjadikan problem kemanusiaan yang ada sebagai semangat penafsirannya. Persoalan yang muncul dihadapan dikaji dan dianalisis dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan problem yang sedang dihadapinya serta sebab-sebab yang melatar belakanginya. Survei yang dilakukan Jansen terhadap corak pemikiran mufassir modern memperlihatkan pada tiga peta pemikiran, yaitu corak pemikiran tafsir Ilmi, tafsir Filologi, dan tafsir Adabi Ijtima`i..
merujuk pada temuan ulam kontemporer, yang dianut sebagian pakar al qur`an  pemilahan metode tafsir al qur`an  kepada empat metode (1). Ijmali ( Global ) (2). Tahlili ( Analis ) (3). Muqarin ( Perbandingan ) (4). Maudlu`i ( Tematik ), ditambah satu metode lagi, yaitu metode kontekstual ( menafsirkan al qur`an berlandaskan pertimbangan latar belakang sejarah, sosiologi, budaya, adat istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku dan  berkembang dalam masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya al qur`an ) termasuk dalam kategori tafsir kontemporer. Dalam makalah ini penulis berusaha melacak tentang corak dan  metodologi tafsir modern kontemporer serta para tokohh-tokoh yang ikut andil dalam menggagas dan mengengbangkan wacana tafsir modrn kontemporer.




BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN
Secara teoritis, tafsir berarti usaha untuk memperluas makna teks Al Qur`an,Sedangkan secara praktis berarti usaha untuk mengadaptasikan “Teks al qur`an dengan situasi kontemporer seorang mufasir. Berarti tafsir modern adalah; usaha untuk menyesuaikan ayat-ayat al qur`an dengan tuntutan Zaman.[1] “kontemporer”  bermakna sekarang atau modern yang berasal dari bahasa inggris( contemporary)[2]. Tak ada kesepakatan yang jelas tentang Istilah kontemporer. Misalnya apakah istilah kontemporer meliputi abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 stsu 21.? Sebagian pakar berpandangan bahwa kontemporer identik dengan modern, keduanya saling saling digunakan secara bergantian. Dalam konteks peradaban Islam keduanya dipakai saat terjadi kontak intelektual pertama dunia Islam dengan Barat. Kiranya takberlebihan bila istilah kontemporer disini mengacu pada pengertian era yang relevan dengan tuntutan kehidupan modern[3].
Metode tafsir kontemporer adalah, metode penafsiran Al-Qur’an yang menjadikan problem kemanusiaan yang ada sebagai semangat penafsirannya. Persoalan yang muncul dihadapan dikaji dan dianalisis dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan problem yang sedang dihadapinya serta sebab-sebab yang melatar belakanginya. Adapun problem kemanusiaan yang muncul dihadapan adalah seperti; masalah Kemiskinan, Pengangguran, Kesehatan, Ketidakadilan, Hukum, Ekonomi, Politik, Budaya, Diskriminasi, Sensitifitas Gender, HAM dan masalah ketimpangan yang lain[4]. Sehingga dengan demikian metodologi tafsir kontemporer adalah kajian di sekitar metode-metode tafsir yang berkembang pada era kontemporer[5].
Bila tidak dipahami dengan cermat, definisi di atas, akan menyesatkan banyak orang sebab akan terkesan bahwa Al Qur`an harus mengikuti perkembangan zaman, sebuah statemen yang tidak bolleh diucapkan oleh siapapun. Secara terperinci maksud dari tafsir modern adalah; merekonstruksi kembali produ-produk tafsir klasik yang sudah tidak memiliki relevansi dengan situasi modern[6].

KEMUNCULAN TAFSIR MODERN KONTEMPORER
Abad ke- 19 atau abad ke-15 adalah abad dimana dunia Islam mengalami kemajuan di berbagai bidang. Termasuk diantaranya adalah bidang tafsir, banyak karya-karya tafsir yang terlahir dari ulama Islam di abad itu.[7]
Kajian tentang Al Qur`an dalam khazanah intelektual  Islam memang tidak pernah mandeg. Setiap generasi memiliki tangung jawab masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian sebelumnya, yang di anggap out date [8]. Kemunculan metode tafsir kontemporer diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi  dan latarbelakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting[9]. Shah waliyullah ( 1701-1762 ) seorang  pembaharu islam dari Delhi, merupakan  orang yang berjasa dalam memprakarsai penulisan tafsir “MODERN” , dua karyanya yang monumental, yaitu, Hujjah al balighah dan Ta`wil al Hadits  fi rumuz Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran mosern. Tidak sia-sia usaha ini telah merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat hal serupa , maka di Mesir, munculah tafsir Mohammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal tokoh seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh lainnya[10]. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull ( w. 1978 ), Hasan Hanafi ( wafat .  Bita Shathi ( w. 2000 ), Nasr Abu Zayd ( lahir. 1942 ), Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman[11]



CORAK MODERN KONTEMPORER
Survei yang dilakukan Jansen terhadap corak pemikiran mufassir modern memperlihatkan pada tiga peta pemikiran, yaitu corak pemikiran tafsir Ilmi, tafsir Filologi, dan tafsir Adabi Ijtima`i[12]

    Tafsir `lmi

Setiap muslim mempercayai bahwa al qur`an mampu mengantisipasi pengetahuan modern. Al Gazali mempunyai peran penting dalam memperkenalkan tafsir ini, dalam tataran diskursus modern kemunculan tafsir ini menimbulkan polemik. Para pendukungnya berpandangan bahwa kemunculan tafsir Ilmi adalah fenomena yang wajar dan mesti terjadi. Mengingat al qur`an sendiri mengisyaratkan bahwa segala sesuatu tidak terlupakan di dalamnya “ tidaklah kami lupakan di dalam al kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan ( Qs. Al An`am (6) : 38 ).[13]”
Pokok pemikiran tafsir Ilmi bisa dilacak pada tokoh semisal Mohammad Abduh, Al Maraghi, Tanthawi Jauhari, Sa`id Huwa, Dan lain-lain. Bahkan secara vocal Abduh mengisyaratkan bahwa penemuan Telegraf, telepon, kereta, dan mikrofon telah tercantum dalam al qur`an.
1.   Madrasah tafsir filologi
Amin AL Khulli telah berjasa dalam memperkenalkan teori-teori penafsiran secara sistrematis, ada tiga kerangka yang ia lakukan; Pertama, seoraong mufassir harus mampu mengaitkan satu ayat dengan ayat lainnya yang memiliki tema serupa. Kedua, mempelajari setiap makna kata dlam al qur`an yang tidak htanya menggunakan kamus saja, tetap yang juga dengan kata-kata al qur`an sendiri yang memiliki akar kata serupa. Ketiga, analis terhadap bagaimana al qur`an mengombinasikan kata-kata dalam sebuah kalimat. Akan tetapi Amin al Khulli tidak mencoba sendiri menerapkan pemikirannya itu kedalam bentuk penafsiran al qur`an. Istrinyalah, yakni Bint Syathi, yang merealisasikan gagasn-gagasannya dalam bentuk penafsiran . Asy Syathi membuktikan dirinya sebagai mufassir yang kompeten dalam bidang tafsir filologi dengan karyanya yang berjudul tafsir al Bayan.


2.   Madrasah adabi ijtima`i
Tafsir adabbi ijtima`i muncul untuk “ menggugat capaian-capaian tafsir klasik yang dianggap kurang mengakar pada persoalan-persoalan masyarakat. Oleh karena itu, diskursus-diskursus yang mencuat dari madrasah ini adalah kritikan tajam terhadap tafsir tafsir klasik. Bagi para mufassir madrasah ini, alqur` an baru dapat dikatakan sebagai hudan li an-nas bila telah dirasakan menjadi problem solver bagi persoalan-persoalan kemasyarakatan. Bentuk –bentuk penafsiran yang sifatnya tidak membumi tentu saja tidak mendapat tempat pada madrasah ini,. Pokok-pokok pemikiran di atas terliahat jelas pada pendapat Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Al Maraghi, dan Sayyid Quthb.
Abduh menolak tradisi penafsiran klasik yang menggunakan Israiliyat ( legenda-legenda Yahudi dan Nasrani ) untuk menfsirkan al qur`an, yang dianggapnya mengda-ngada dan mendistorsi tujuan Al Qur`an, yang sebenarnya. Apa yang tidak dijelaskan sendiri. Menurutnya, mengandung isyarat bahwa itu tidak penting untuk dijelaskan lebih lanjut. Lebih-lebih dengan menggunakan riwayat-riwayat Israiliyyat[14]

METODE MODERN KONTEMPORER
Dalam melakukan penafsiran al qur`an, seorang Mufasssir biasanya merujuk kepada tradisi ulama salaf, namun tidakjarang yang merujuk pada temuan ulama kontemporer.
Adapun tafsir yang mrujuk ulama salaf adalah. (1). Tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa disebut al tafsir bi al ma`tsur, (2).. Tafsir yng berdasarkan dirayah, yang dikenal dengan al tafsir bi al ra`y atau bi al ajtihadi, dan (3). Tafsir yang berdasarkan isyarat yang popular dengan nama al tafsir al Isyri[15].
Pada perkembangan dewasa ini, yang merujuk pada temuan ulam kontemporer, yang dianut sebagian pakar al qur`an misalnyaal Farmawi (di Indonesia ) yang dipopulerkan oleh M. Quraish Shihab dalam berbagai tulisanya –adalah pemilahan metode tafsir al qur`an  kepada empat metode (1). Ijmali ( Global ) (2). Tahlili ( Analis ) (3). Muqarin ( Perbandingan ) (4). Maudlu`i ( Tematik ). Metode tafsir bedasarkan riwayah, dirayah, dan Isyra`I, dikategorikan dalam metode klasik, sedangkan empat metode yang berupa Ijmali, Tahlili, Muqarin, dan Maudlu`I, ditambah satu metode lagi, yaitu metode kontekstual ( menafsirkan al qur`an berlandaskan pertimbangan latar belakang sejarah, sosiologi, budaya, adat istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku dan  berkembang dalam masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya al qur`an ) termasuk dalam kategori tafsir kontemporer.
Adanya pengklasifikasian metode tafsir ini tentunya tidak dimaksudkan untuk mendekonstuksi atas yang favorit dan yang tidak favorit, tapi lebih titunjukan untuk mempermudah penelusuran sejarah metode tersebut, dan untuk melengkapi satu sama lainnya[16].

METODOLOGI TAFSIR KONTEKSTUAL
Istikah kontekstual sedikitnya mengandung tiga pengertian

    Upaya pemaknaan dalam rangka mengantisipasi persoalan yang dewasa ini yang umumnya mendesak. Sehingga arti kontekstual identik dengan situasional
    Pemaknaan yang melihat keterkaitan masa lalu, dan masa mendatang; dimana sesuatu akan dilihat dari sudut makna historis dulu, makna fungsional saat ini, dan memprediksi makna ( yang dianggap relevan ) dikemudian hari.
    Mendudukan antara yang sentrral dan yang periferi, dalam arti yang sentral adalah teks al qur`an, dan yang periferi adalah terapannya. Selain itu juga mendudukan al qur`an sebagai sentral moralitas.

Metode kontekstual secara sebutan sial berkaitan erat dengan Hermeneutika, yang merupakan salah satu metode penafsiran teks yang dspat berangkat dari kajian bahasa, sejarah, sosiologis, dan filosufis[17].
Jadi aabila metode ini dipertemukan dengan kajian teks al qur`an, maka persolan dani tema pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks al qur`an hadir ditengah-tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dalam rangka menghadapi realitas sosial dewasa ini[18].
Pada dasarnya Hermeneutik berkaitan erat dengan bahasa, yang diungkapkan baik melalui pikiran, wacana, maupun tulisan. Dengan demikian Hermeneutik merupakan cara baru untuk bergaul dengan bahasa. Keeratan Hermeneutik dengan bahasa membuat wilayah penafsirannya menjadi sangat luas, terutama dalam kaitannya dengan ilmu humanistik, sejarah, hukum, agama ( termasuk kajian tafsir al qur`an ), filsafat, seni, kesusastraan dan linguistic Disiplin ilm,u yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir sebab semua karya yang mendapatkan inspirasi Ilahi, misalnya al qur`an memerlukan interpretasi atau hermeneutic , sehingga dapat dimengerti   [19]. Metode hermeneutik yang dikembangkan oleh para mufassir kontemporer itu juga tidak seragam, namun sangat beragam. Keberagaman ini tentu saja muncul bukan hanya karena semakin terbukanya umat Islam terhadap gagasan-gagasan yang berasal dari luar, namun juga adanya dinamika dan kesadaran pada mereka akan kekurangan-kekurangan metode yang ada[20].
Amin al Khulli ( 1895-1966 ) dqn Fazlur Rahman, barangkali dapat dicatat diantara sekian tokoh yang menggagas perlunya penafsiran al qur`an dengan metode kontekstual. Meski keduanya tidak pernah menghasilkan karya tafsir[21].a
Pendekatan metodologi yang digagas Amin al Khulli misalnya; menggunakan teori sastra kontemporer yang menggabungkan kritik intrinsic dan eksttrinsik dlam mengkaji teks al qur`an. Kajian ini telah membawa pada pergeseran hermeneutic teks. Dari Untikable menjadi Thinkable. Menurutnya; mengkaji al qur`an haruslah menggabungkan dua perangkat analis , yakni  Dirasah maa haul al  qur`an    ( yang m eliputi setting historis, kultural, dan kritik sejarah saat wahyu diturunkan . Dan selanjutnya  adlah Dirasah fi al qur`an Nafsihi . Anlis ini menitikberatkan  pada perhatian yang hati-hati terhadap stuktur kata dan kalimat  al qur`an, gaya bahasa, relasi sintagnasi dan paradigmatis kata. Serta aspek-aspek lain yang masih menjadi bagian dari disiplin Linguistik kebahasaan.
Kedua pendekatan Amin al Khulli ini telah dipraktekan dengan baik oleh Bint al Syathi; dalam tafsir al Bayani Li al Qur`an al Karim. Serta Maqal fi al Insan;  Dirasah Qur`aniyyah.
Menurut Bint Syathi Kata Nas (  الناس )  Dan Insan ( الانسان) . Meskiopun memiliki makna dasar yang berbicara tentang “ manusia ”  ternyata memiliki konsekwensimakkna relasi yang berbeda. Menurut Bint Syathi Kata al Basyar (  البشر), maempunyai arti manusia dalam pengertian bioloigis, sama seperti makhluk lain yang melekukan aktivitas biologis, sementara kata al Insan dan al Nas mengandung makna; manusi sebagai makhluk budaya dan creator peradaban [22].
Pendekatan yang tidak jauh berbada juga dilakukan oleh Fazlur RAhman . Misdalnya ketika ia ingin memaham,I literal dari kata Rida, menurut al qur`an dengan nmengemukakan ayat terkait, riba dapat berarti;
(1). to grow ( berkembang ) Al Hajj (22 ) : 5. وترى الارض هامدة فاذا انزلنا عليها الماء اهتزت وربت “ Kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila kami turunkan air di atasnya , hiduplah bumi itu dan berkembang “
(2).  To increase ( meningkat; brtambah ) al Rum ( 30 ) : 39. وما اتيتم من ربا ليربوا من اموال الناس فلا ير بوا عند الله   “ Dan sesuatu riba ( bertanbah ) yang kamu berikan  agar ia menabah pada harta manusi, maka riba itu  tidak bertambah di sisi Allah “
 (3). To rrise ( naik, misalnya, keatas bukit ) al Mu`minun ( 23 ) : 50     . واوينهما الى ربوة
“ Dan kami melindungi mereka ( Isa dan Ibunya ) Di suatu tanah tinggi Yang datar ”
 (4).  To swell ( mengembang, misalnya, buih ).  Al Ra`d ( 13 ) : 17. فا حتمل السيل زبدا رابيا
“ Maka arus itu membawa buih yang mengembang “
 ( 5 ).To nurture; to raise (memelihara, mengasuh, dan membesarka, misalnya, seorang anak ). Al Isra ( 17 ) ; 24. ربى ارحمهما كما ربيا نى صغيرا  “ Wahai tuhanku, kasihanilah mereka berdua,sebagaimana mereka berdua telah mendidik ( mengasuh dan memelihara aku waktu kecill )
 ( 6 ).  Augmentation, increase in power ( penambahan, peningkatan kekuatan ). Al Nahl (16 )
ان تكون امة هي اربى من امة“ Disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya ( sehingga lebih kuat dari golongan lainnya ) “
Langkah ini disajikan Fazlur RAhman sebagai bagian dari metode tafsir yang disebutnya sebagai gerakan ganda. Pada gerakan pertama, metode ini , dilakukan penelusuaran makna teks yang sejajar dengan konteks pada waktu al qur`an diturunkan, karenanya pesan al qur`an harus dipelajari secaara kronologis. Kemudian perbedaan antara ketetapan huklum dengan sasaran atau tujuan al qur`an, dan menggali prrinsip-prinsip umum al qur`an melalui pemahaman konteks sosiologis masyarakat Makkah abad ketujuh masehi. Selanjutnya pada gerakan yang kedua, mengkaji kondisi sosiologis masyarakat kontemporer di atas mana prinsip-p[rinsip umum al qur`an itu yn g nantinya dapat diterapkan[23].
Uraian di atas menyimpulkan bahwa diskursus para mufassir modern diarnai oleh usaha-usaha untuk membumikan al qur`an di tengah-tengah kehidupan umat Islam. Mereka ingin membuktikan bahwa al qur`an benar-benaar bersifat universal dan dapat menjawab tantangan zaman. Apa yang dilakukan mufassir modern sebenarnya merupakan usaha ijtihad yang barangkali hanya cocok dengan sosio kultural masing-masing , dan tidak cocok dengan sosio-kultural diantara mereka. Oleh karena itu, dalam kemunculan mereka dalam khazanah penafsiran modern tidak menutup kemungkinan munculnya mufassir-nufasir modern di tempat lainnya[24].

DAFTAR PUSTAK


Anwar Rosikhun, Samudra Al Qur`an ( Bandung : Pustaka Setia, 2001
http://miftahul-falah-miftahul-falah.blogspot.com/2010/07/metodologi-tafsir-kontemporer-tafsir_12.html di akses tangal 7 pril 2011
http://ushuluddins.multiply.com/journal/item/30 akses tangal 7 pril 2011
http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/2010/02/16/kontribusi-dan-kritik-mufassir-untuk-tafsir-masa-depan-dari-mufassir-klasik-hingga-kontemporer/ akses tangal 7 pril 2011
Syukri Ahmad,“Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman”  ( Jambi : Sulton Thaha Press, 2007 )
Setiawan Nurkholi, “ Al Qur`an dalam kesejarahan klasik & kontemporer “, Jurnal study Al Qur`an, ( Ciputat : Pusat study Al Qur`an ( PSQ ) , 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar