TAFSIR MODERN
KONTEMPORER
BAB I
PENDAHULUAN
Kajian tentang Al Qur`an dalam khazanah
intelektual Islam memang tidak
pernah mandeg. Setiap generasi memiliki
tangung jawab masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian sebelumnya, yang
di anggap out date . Kemunculan metode tafsir kontemporer diantaranya dipicu
oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan
secara tekstual, dengan mengabaikan situasi
dan latarbelakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting.
Metode tafsir kontemporer adalah, metode penafsiran Al-Qur’an yang menjadikan
problem kemanusiaan yang ada sebagai semangat penafsirannya. Persoalan yang
muncul dihadapan dikaji dan dianalisis dengan berbagai pendekatan yang sesuai
dengan problem yang sedang dihadapinya serta sebab-sebab yang melatar
belakanginya. Survei yang dilakukan Jansen terhadap corak pemikiran mufassir
modern memperlihatkan pada tiga peta pemikiran, yaitu corak pemikiran tafsir
Ilmi, tafsir Filologi, dan tafsir Adabi Ijtima`i..
merujuk pada
temuan ulam kontemporer, yang dianut sebagian pakar al qur`an pemilahan metode tafsir al qur`an kepada empat metode (1). Ijmali ( Global )
(2). Tahlili ( Analis ) (3). Muqarin ( Perbandingan ) (4). Maudlu`i ( Tematik
), ditambah satu metode lagi, yaitu metode kontekstual ( menafsirkan al qur`an
berlandaskan pertimbangan latar belakang sejarah, sosiologi, budaya, adat
istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku dan
berkembang dalam masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya al qur`an
) termasuk dalam kategori tafsir kontemporer. Dalam makalah ini penulis
berusaha melacak tentang corak dan
metodologi tafsir modern kontemporer serta para tokohh-tokoh yang ikut
andil dalam menggagas dan mengengbangkan wacana tafsir modrn kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Secara teoritis,
tafsir berarti usaha untuk memperluas makna teks Al Qur`an,Sedangkan secara
praktis berarti usaha untuk mengadaptasikan “Teks al qur`an dengan situasi
kontemporer seorang mufasir. Berarti tafsir modern adalah; usaha untuk
menyesuaikan ayat-ayat al qur`an dengan tuntutan Zaman.[1] “kontemporer” bermakna sekarang atau modern yang berasal
dari bahasa inggris( contemporary)[2]. Tak ada kesepakatan yang jelas tentang
Istilah kontemporer. Misalnya apakah istilah kontemporer meliputi abad ke-19
atau hanya merujuk pada abad ke-20 stsu 21.? Sebagian pakar berpandangan bahwa
kontemporer identik dengan modern, keduanya saling saling digunakan secara
bergantian. Dalam konteks peradaban Islam keduanya dipakai saat terjadi kontak
intelektual pertama dunia Islam dengan Barat. Kiranya takberlebihan bila
istilah kontemporer disini mengacu pada pengertian era yang relevan dengan
tuntutan kehidupan modern[3].
Metode tafsir
kontemporer adalah, metode penafsiran Al-Qur’an yang menjadikan problem
kemanusiaan yang ada sebagai semangat penafsirannya. Persoalan yang muncul
dihadapan dikaji dan dianalisis dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan
problem yang sedang dihadapinya serta sebab-sebab yang melatar belakanginya.
Adapun problem kemanusiaan yang muncul dihadapan adalah seperti; masalah
Kemiskinan, Pengangguran, Kesehatan, Ketidakadilan, Hukum, Ekonomi, Politik,
Budaya, Diskriminasi, Sensitifitas Gender, HAM dan masalah ketimpangan yang
lain[4]. Sehingga dengan demikian metodologi tafsir kontemporer adalah kajian
di sekitar metode-metode tafsir yang berkembang pada era kontemporer[5].
Bila tidak
dipahami dengan cermat, definisi di atas, akan menyesatkan banyak orang sebab
akan terkesan bahwa Al Qur`an harus mengikuti perkembangan zaman, sebuah
statemen yang tidak bolleh diucapkan oleh siapapun. Secara terperinci maksud
dari tafsir modern adalah; merekonstruksi kembali produ-produk tafsir klasik
yang sudah tidak memiliki relevansi dengan situasi modern[6].
KEMUNCULAN
TAFSIR MODERN KONTEMPORER
Abad ke- 19 atau
abad ke-15 adalah abad dimana dunia Islam mengalami kemajuan di berbagai
bidang. Termasuk diantaranya adalah bidang tafsir, banyak karya-karya tafsir
yang terlahir dari ulama Islam di abad itu.[7]
Kajian tentang
Al Qur`an dalam khazanah intelektual
Islam memang tidak pernah mandeg. Setiap generasi memiliki tangung jawab
masing-masing untuk menyegarkan kenbali kajian sebelumnya, yang di anggap out
date [8]. Kemunculan metode tafsir kontemporer diantaranya dipicu oleh
kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan
secara tekstual, dengan mengabaikan situasi
dan latarbelakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang
penting[9]. Shah waliyullah ( 1701-1762 ) seorang pembaharu islam dari Delhi, merupakan orang yang berjasa dalam memprakarsai
penulisan tafsir “MODERN” , dua karyanya yang monumental, yaitu, Hujjah al
balighah dan Ta`wil al Hadits fi rumuz
Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran mosern. Tidak
sia-sia usaha ini telah merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat hal
serupa , maka di Mesir, munculah tafsir Mohammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad
Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal
tokoh seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh
lainnya[10]. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull ( w. 1978 ), Hasan
Hanafi ( wafat . Bita Shathi ( w. 2000
), Nasr Abu Zayd ( lahir. 1942 ), Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman[11]
CORAK MODERN
KONTEMPORER
Survei yang
dilakukan Jansen terhadap corak pemikiran mufassir modern memperlihatkan pada
tiga peta pemikiran, yaitu corak pemikiran tafsir Ilmi, tafsir Filologi, dan
tafsir Adabi Ijtima`i[12]
Tafsir `lmi
Setiap muslim
mempercayai bahwa al qur`an mampu mengantisipasi pengetahuan modern. Al Gazali
mempunyai peran penting dalam memperkenalkan tafsir ini, dalam tataran
diskursus modern kemunculan tafsir ini menimbulkan polemik. Para pendukungnya
berpandangan bahwa kemunculan tafsir Ilmi adalah fenomena yang wajar dan mesti
terjadi. Mengingat al qur`an sendiri mengisyaratkan bahwa segala sesuatu tidak
terlupakan di dalamnya “ tidaklah kami lupakan di dalam al kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan ( Qs. Al An`am (6) : 38 ).[13]”
Pokok pemikiran
tafsir Ilmi bisa dilacak pada tokoh semisal Mohammad Abduh, Al Maraghi,
Tanthawi Jauhari, Sa`id Huwa, Dan lain-lain. Bahkan secara vocal Abduh
mengisyaratkan bahwa penemuan Telegraf, telepon, kereta, dan mikrofon telah
tercantum dalam al qur`an.
1. Madrasah tafsir filologi
Amin AL Khulli
telah berjasa dalam memperkenalkan teori-teori penafsiran secara sistrematis,
ada tiga kerangka yang ia lakukan; Pertama, seoraong mufassir harus mampu
mengaitkan satu ayat dengan ayat lainnya yang memiliki tema serupa. Kedua,
mempelajari setiap makna kata dlam al qur`an yang tidak htanya menggunakan
kamus saja, tetap yang juga dengan kata-kata al qur`an sendiri yang memiliki
akar kata serupa. Ketiga, analis terhadap bagaimana al qur`an mengombinasikan
kata-kata dalam sebuah kalimat. Akan tetapi Amin al Khulli tidak mencoba
sendiri menerapkan pemikirannya itu kedalam bentuk penafsiran al qur`an.
Istrinyalah, yakni Bint Syathi, yang merealisasikan gagasn-gagasannya dalam
bentuk penafsiran . Asy Syathi membuktikan dirinya sebagai mufassir yang
kompeten dalam bidang tafsir filologi dengan karyanya yang berjudul tafsir al
Bayan.
2. Madrasah adabi ijtima`i
Tafsir adabbi
ijtima`i muncul untuk “ menggugat capaian-capaian tafsir klasik yang dianggap
kurang mengakar pada persoalan-persoalan masyarakat. Oleh karena itu,
diskursus-diskursus yang mencuat dari madrasah ini adalah kritikan tajam
terhadap tafsir tafsir klasik. Bagi para mufassir madrasah ini, alqur` an baru
dapat dikatakan sebagai hudan li an-nas bila telah dirasakan menjadi problem solver
bagi persoalan-persoalan kemasyarakatan. Bentuk –bentuk penafsiran yang
sifatnya tidak membumi tentu saja tidak mendapat tempat pada madrasah ini,.
Pokok-pokok pemikiran di atas terliahat jelas pada pendapat Muhammad Abduh,
Rasyid Ridha, Al Maraghi, dan Sayyid Quthb.
Abduh menolak
tradisi penafsiran klasik yang menggunakan Israiliyat ( legenda-legenda Yahudi
dan Nasrani ) untuk menfsirkan al qur`an, yang dianggapnya mengda-ngada dan
mendistorsi tujuan Al Qur`an, yang sebenarnya. Apa yang tidak dijelaskan
sendiri. Menurutnya, mengandung isyarat bahwa itu tidak penting untuk
dijelaskan lebih lanjut. Lebih-lebih dengan menggunakan riwayat-riwayat
Israiliyyat[14]
METODE MODERN
KONTEMPORER
Dalam melakukan
penafsiran al qur`an, seorang Mufasssir biasanya merujuk kepada tradisi ulama
salaf, namun tidakjarang yang merujuk pada temuan ulama kontemporer.
Adapun tafsir
yang mrujuk ulama salaf adalah. (1). Tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa
disebut al tafsir bi al ma`tsur, (2).. Tafsir yng berdasarkan dirayah, yang
dikenal dengan al tafsir bi al ra`y atau bi al ajtihadi, dan (3). Tafsir yang
berdasarkan isyarat yang popular dengan nama al tafsir al Isyri[15].
Pada
perkembangan dewasa ini, yang merujuk pada temuan ulam kontemporer, yang dianut
sebagian pakar al qur`an misalnyaal Farmawi (di Indonesia ) yang dipopulerkan
oleh M. Quraish Shihab dalam berbagai tulisanya –adalah pemilahan metode tafsir
al qur`an kepada empat metode (1).
Ijmali ( Global ) (2). Tahlili ( Analis ) (3). Muqarin ( Perbandingan ) (4).
Maudlu`i ( Tematik ). Metode tafsir bedasarkan riwayah, dirayah, dan Isyra`I,
dikategorikan dalam metode klasik, sedangkan empat metode yang berupa Ijmali,
Tahlili, Muqarin, dan Maudlu`I, ditambah satu metode lagi, yaitu metode
kontekstual ( menafsirkan al qur`an berlandaskan pertimbangan latar belakang
sejarah, sosiologi, budaya, adat istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku
dan berkembang dalam masyarakat Arab
sebelum dan sesudah turunnya al qur`an ) termasuk dalam kategori tafsir
kontemporer.
Adanya pengklasifikasian
metode tafsir ini tentunya tidak dimaksudkan untuk mendekonstuksi atas yang
favorit dan yang tidak favorit, tapi lebih titunjukan untuk mempermudah
penelusuran sejarah metode tersebut, dan untuk melengkapi satu sama
lainnya[16].
METODOLOGI TAFSIR
KONTEKSTUAL
Istikah
kontekstual sedikitnya mengandung tiga pengertian
Upaya pemaknaan dalam rangka mengantisipasi
persoalan yang dewasa ini yang umumnya mendesak. Sehingga arti kontekstual
identik dengan situasional
Pemaknaan yang melihat keterkaitan masa
lalu, dan masa mendatang; dimana sesuatu akan dilihat dari sudut makna historis
dulu, makna fungsional saat ini, dan memprediksi makna ( yang dianggap relevan
) dikemudian hari.
Mendudukan antara yang sentrral dan yang
periferi, dalam arti yang sentral adalah teks al qur`an, dan yang periferi
adalah terapannya. Selain itu juga mendudukan al qur`an sebagai sentral
moralitas.
Metode
kontekstual secara sebutan sial berkaitan erat dengan Hermeneutika, yang
merupakan salah satu metode penafsiran teks yang dspat berangkat dari kajian
bahasa, sejarah, sosiologis, dan filosufis[17].
Jadi aabila
metode ini dipertemukan dengan kajian teks al qur`an, maka persolan dani tema
pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks al qur`an hadir ditengah-tengah masyarakat,
lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dalam rangka
menghadapi realitas sosial dewasa ini[18].
Pada dasarnya
Hermeneutik berkaitan erat dengan bahasa, yang diungkapkan baik melalui
pikiran, wacana, maupun tulisan. Dengan demikian Hermeneutik merupakan cara
baru untuk bergaul dengan bahasa. Keeratan Hermeneutik dengan bahasa membuat
wilayah penafsirannya menjadi sangat luas, terutama dalam kaitannya dengan ilmu
humanistik, sejarah, hukum, agama ( termasuk kajian tafsir al qur`an ),
filsafat, seni, kesusastraan dan linguistic Disiplin ilm,u yang banyak
menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir sebab semua karya yang mendapatkan
inspirasi Ilahi, misalnya al qur`an memerlukan interpretasi atau hermeneutic ,
sehingga dapat dimengerti [19]. Metode
hermeneutik yang dikembangkan oleh para mufassir kontemporer itu juga tidak
seragam, namun sangat beragam. Keberagaman ini tentu saja muncul bukan hanya
karena semakin terbukanya umat Islam terhadap gagasan-gagasan yang berasal dari
luar, namun juga adanya dinamika dan kesadaran pada mereka akan
kekurangan-kekurangan metode yang ada[20].
Amin al Khulli (
1895-1966 ) dqn Fazlur Rahman, barangkali dapat dicatat diantara sekian tokoh
yang menggagas perlunya penafsiran al qur`an dengan metode kontekstual. Meski
keduanya tidak pernah menghasilkan karya tafsir[21].a
Pendekatan
metodologi yang digagas Amin al Khulli misalnya; menggunakan teori sastra
kontemporer yang menggabungkan kritik intrinsic dan eksttrinsik dlam mengkaji
teks al qur`an. Kajian ini telah membawa pada pergeseran hermeneutic teks. Dari
Untikable menjadi Thinkable. Menurutnya; mengkaji al qur`an haruslah
menggabungkan dua perangkat analis , yakni
Dirasah maa haul al qur`an ( yang m eliputi setting historis,
kultural, dan kritik sejarah saat wahyu diturunkan . Dan selanjutnya adlah Dirasah fi al qur`an Nafsihi . Anlis
ini menitikberatkan pada perhatian yang
hati-hati terhadap stuktur kata dan kalimat
al qur`an, gaya bahasa, relasi sintagnasi dan paradigmatis kata. Serta
aspek-aspek lain yang masih menjadi bagian dari disiplin Linguistik kebahasaan.
Kedua pendekatan
Amin al Khulli ini telah dipraktekan dengan baik oleh Bint al Syathi; dalam
tafsir al Bayani Li al Qur`an al Karim. Serta Maqal fi al Insan; Dirasah Qur`aniyyah.
Menurut Bint
Syathi Kata Nas ( الناس ) Dan Insan ( الانسان) . Meskiopun memiliki makna dasar yang
berbicara tentang “ manusia ” ternyata
memiliki konsekwensimakkna relasi yang berbeda. Menurut Bint Syathi Kata al
Basyar ( البشر), maempunyai arti manusia dalam pengertian
bioloigis, sama seperti makhluk lain yang melekukan aktivitas biologis,
sementara kata al Insan dan al Nas mengandung makna; manusi sebagai makhluk
budaya dan creator peradaban [22].
Pendekatan yang
tidak jauh berbada juga dilakukan oleh Fazlur RAhman . Misdalnya ketika ia
ingin memaham,I literal dari kata Rida, menurut al qur`an dengan nmengemukakan
ayat terkait, riba dapat berarti;
(1). to grow (
berkembang ) Al Hajj (22 ) : 5. وترى
الارض هامدة فاذا انزلنا عليها الماء اهتزت وربت “ Kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila kami turunkan air di atasnya , hiduplah bumi itu dan
berkembang “
(2). To increase ( meningkat; brtambah ) al Rum (
30 ) : 39. وما اتيتم من ربا
ليربوا من اموال الناس فلا ير بوا عند الله “ Dan sesuatu riba ( bertanbah ) yang kamu
berikan agar ia menabah pada harta
manusi, maka riba itu tidak bertambah di
sisi Allah “
(3). To rrise ( naik, misalnya, keatas bukit )
al Mu`minun ( 23 ) : 50 . واوينهما الى ربوة
“ Dan kami
melindungi mereka ( Isa dan Ibunya ) Di suatu tanah tinggi Yang datar ”
(4). To
swell ( mengembang, misalnya, buih ). Al
Ra`d ( 13 ) : 17. فا حتمل السيل زبدا
رابيا
“ Maka arus itu
membawa buih yang mengembang “
( 5 ).To nurture; to raise (memelihara,
mengasuh, dan membesarka, misalnya, seorang anak ). Al Isra ( 17 ) ; 24. ربى ارحمهما كما ربيا نى صغيرا “ Wahai tuhanku, kasihanilah mereka
berdua,sebagaimana mereka berdua telah mendidik ( mengasuh dan memelihara aku
waktu kecill )
( 6 ).
Augmentation, increase in power ( penambahan, peningkatan kekuatan ). Al
Nahl (16 )
ان تكون امة هي اربى من امة“
Disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya ( sehingga lebih
kuat dari golongan lainnya ) “
Langkah ini
disajikan Fazlur RAhman sebagai bagian dari metode tafsir yang disebutnya sebagai
gerakan ganda. Pada gerakan pertama, metode ini , dilakukan penelusuaran makna
teks yang sejajar dengan konteks pada waktu al qur`an diturunkan, karenanya
pesan al qur`an harus dipelajari secaara kronologis. Kemudian perbedaan antara
ketetapan huklum dengan sasaran atau tujuan al qur`an, dan menggali
prrinsip-prinsip umum al qur`an melalui pemahaman konteks sosiologis masyarakat
Makkah abad ketujuh masehi. Selanjutnya pada gerakan yang kedua, mengkaji
kondisi sosiologis masyarakat kontemporer di atas mana prinsip-p[rinsip umum al
qur`an itu yn g nantinya dapat diterapkan[23].
Uraian di atas
menyimpulkan bahwa diskursus para mufassir modern diarnai oleh usaha-usaha
untuk membumikan al qur`an di tengah-tengah kehidupan umat Islam. Mereka ingin
membuktikan bahwa al qur`an benar-benaar bersifat universal dan dapat menjawab
tantangan zaman. Apa yang dilakukan mufassir modern sebenarnya merupakan usaha
ijtihad yang barangkali hanya cocok dengan sosio kultural masing-masing , dan
tidak cocok dengan sosio-kultural diantara mereka. Oleh karena itu, dalam
kemunculan mereka dalam khazanah penafsiran modern tidak menutup kemungkinan
munculnya mufassir-nufasir modern di tempat lainnya[24].
DAFTAR PUSTAK
Anwar Rosikhun,
Samudra Al Qur`an ( Bandung : Pustaka Setia, 2001
http://miftahul-falah-miftahul-falah.blogspot.com/2010/07/metodologi-tafsir-kontemporer-tafsir_12.html
di akses tangal 7 pril 2011
http://ushuluddins.multiply.com/journal/item/30
akses tangal 7 pril 2011
http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/2010/02/16/kontribusi-dan-kritik-mufassir-untuk-tafsir-masa-depan-dari-mufassir-klasik-hingga-kontemporer/
akses tangal 7 pril 2011
Syukri
Ahmad,“Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur
Rahman” ( Jambi : Sulton Thaha Press,
2007 )
Setiawan
Nurkholi, “ Al Qur`an dalam kesejarahan klasik & kontemporer “, Jurnal
study Al Qur`an, ( Ciputat : Pusat study Al Qur`an ( PSQ ) , 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar