Muhammad Ali
As-Shobuni:
“Aku menamai
kitabku Shofwah at-Tafasir”
Oleh: Zaenal Mutaqin
A. Sekilas
tentang Muhammad Ali As-Shobuni
Nama lengkapnya
adalah Muhammad bin Ali bin Jamil As-Shobuni. Beliau lahir di kota Helb Syiria
pada tahun 1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria,
beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program
magisternya di universitas Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang
perundang-undangan dalam islam pada tahun 1954 M. Saat ini bermukim di Mekkah
dan tercatat sebagai salah seorang staf pengajar tafsir dan ulumul Qur’an di
fakultas Syari’ah dan Dirosat Islamiyah universitas Malik Abdul Aziz Makkah.
Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra
Arab. Abdul Qodir Muhammad Shalih dalam “Al-Tafsir wa al-Mufassirun fi
al-A’shri al-hadits” menyebutnya sebagai akademisi yang ilmiah dan banyak
menelurkan karya-karya bermutu”. Di antara karya-karya beliau: “Al-Mawarits fi
al-Syari’ah al-Islamiyyah”, “ al-Nubuwwah wa al-Anbiya”, “min Kunuz as-Sunnah”,
“Risalah as-Shalah”, “Rowai’u al-Bayan fi Tafsiri Ayat al- Ahkam fi al-Qur’an,
“Shofwah at-Tafasir”, dll.
B. As-Shobuni
dan Shofwah at-Tafasir
Shofwah
at-Tafasir merupakan kitab tafsir karangan As-Shobuni. Beliau menyebutnya
sebagai kumpulan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung
alasan penamaan kitabnya ini beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah
at-Tafasir karena memuat inti dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih
ringkas, tertib, mudah, jelas, dan lugas “. Tafsir-tafsir besar yang beliau
ambil sebagai rujukan: tafsir at-Thobari, tafsir Kasyaf karya Zamakhsyari,
tafsir Qurthubi, tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi, tafsir Ibnu Katsir, tafsir
Bahrul Muhith karya Abi Hayyan, juga dari beberapa kitab tafsir lain dan
buku-buku ulumul Qur’an. Dalam Muqoddimahnya, as-Shobuni sedikit curhat
mengenai proses kreatif penulisan kitab tafsir ini, “aku merampungkan penulisan
kitab ini selama lima tahun siang dan malam. Dan aku tidak menulis sesuatu
dalam kitab tafsir ini kecuali setelah aku benar-benar membaca apa yang ditulis
ulama-ulama tafsir pada kitab mereka. Sekaligus meneliti dengan sungguh-sungguh
supaya aku bisa menilai mana diantara pendapat mereka yang paling benar lalu
aku mengunggulkannya”. Di antara alasan yang membuat penulis tafsir ini
tergerak untuk menyusun kitab tafsirnya adalah banyaknya kitab tafsir dan
ulumul Qur’an yang ditulis oleh para ulama, bahkan di antaranya merupakan
kitab-kitab yang “gemuk” dan pastinya sangat berjasa membantu ulama dan
masyarakat dalam memahami Al-Qur’an secara benar. Namun karena tingkat
pendidikan dan kebudayaan manusia yang berbeda-beda, menjadikan di antara
mereka masih merasa sulit menggapai pesan yang ingin disampaikan seorang
mufassir dalam kitabnya. Nah, salah satu solusi mengatasi hal ini, maka seorang
ulama dituntut untuk terus berusaha mempermudah dan meminimalisir kesulitan
dalam kitab tafsirnya, supaya maknanya bisa lebih terjangkau masyarakat luas.
Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim Mahmud memberikan komentar tentang kitab ini,
“Shofwah at-Tafasir adalah hasil penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar
tafsir, kemudian ditulis ulang dengan mengambil pendapat terbaik dari
kitab-kitab tersebut yang disusun secara ringkas dan mudah”. Begitu pun yang di
sampaikan DR.Rosyid bin Rojih [‘amid kuliyyah Syari’ah dan Dirasat Islamiyyah
universitas malik Abdul Aziz] tentang Shofwah at-Tafasir, “ kitab ini sangat
berharga, meringkas apa yang dikatakan ulama-ulama besar tafsir dengan
menggunakan tata bahasa yang sederhana, tekhnik pengungkapan yang mudah dan
lugas, disertai penjelasan dari segi kebahasaannya. Sungguh sangat memudahkan
penuntut ilmu dalam memahaminya”. Adapun metode yang diterapkan As-Shobuni
dalam tafsirnya:
1- Menjelaskan
surat Al-Qur’an secara global, kemudian merinci maksud-maksud yang terkandung
dalam surat tersebut
2- Menjabarkan
hubungan antar ayat sebelum dan sesudahnya
3- Pembahasan
tentang hal yang berhubungan dengan bahasa, seperti akar kalimat, dan
bukti-bukti kalimat yang diambil dari ungkapan orang arab
4- Pembahasan
tentang Asbab an-Nuzul
5- Pembahsan
tentang tafsir ayat
6- Pembahasan
ayat dari segi Balaghohnya
7- Penjelasan
faida-faidah yang bisa dipetik dari suatu ayat
C. Shofwah
at-Tafasir dan Polemik
Di antara
karya-karya besar as-Shobuni, Shofwatut-Tafasir adalah yang paling banyak
mengundang polemik. Polemik ini lahir terutama saat beliau menafsirkan suatu
ayat a la asy’ary [dengan menggunakan methode ta’wil]. Misal sebagaimana yang
dipaparkan syeikh Sholih bin Fauzan:
[Surat
Al-baqoroh ayat:112] ”… بلى
من أسلم وجهه لله…” Dalam menafsirkan ayat ini as-Shobuni mengutip pendapat dari
Imam al-Rozi dalam tafsirnya Tafsir Kabir yang menakwilkan “الوجه” dengan “النفس” , maka makna ayat
ini menurut al-Rozi: “ memasrahkan diri untuk selalu taat kepada Allah”. Dengan
mengambil justifikasi dari ayat: “كل
شيء هالك الا وجهه “. Ini hanya satu dari tafsir ayat yang
disentil oleh syeikh Sholih bin Fauzan salah seorang ulama Saudi yang menyebut
ta’wil pada ayat ini sebagai ta’wil bathil karena ta’wil al-wajh dengan makna
ad-zat [sebagaimana manusia] sama dengan meniadakan sifat Allah yang telah
pasti. Untuk juz 1 saja Syeikh Sholih bin Fauzan mencatat 54 kesalahan dari
berbagai macam disiplin ilmu [termasuk Fiqh, dll]. Keseluruhan kesalahan syeikh
as-Shobuni dalam Shofwah at-Tafasir beliau rangkum dalam kitabnya “Al-bayan li
Akhtho’i ba’dhi al-Kitab”. Masuk dalam barisan panjang ulama penolak tafsir ini
di antaranya: Syeikh Muhammad Jamil Zainu [pengajar tafsir di universitas Darul
Hadits makkah], Syeikh Sa’ad Dzullam, Syeikh Bakr Abu Zayd, dll yang
masing-masing mengungkapkan kritik dan penolakannya dengan menerbitkan buku.
Dalam buku besarnya “Ar-Rudud”, syeikh Bakr Abu Zayd menyorot perilaku
As-Shobuni yang mengumpulkan penafsiran dari penafsir-penafsir besar dengan
latar belakang ideologi berbeda dalam satu kitab tafsir, seperti Zamakhsyari
yang Mu’tazili, Ibnu Katsir dan Thobary yang Salafi, Ar-Rozy yang Asy’ari,
Thibrsy yang Rhofidhy, dll. Aksi penolakan ulama-ulama besar saudi ini mau
tidak mau memaksa pihak kementrian badan waqaf Kerajaan Saudi Arabia pada waktu
itu menurunkan perintah pelarangan beredarnya kitab ini. Juga surat edaran dari
direktur umum badan waqaf dan masjid di Riyadh bernomor: 945/2/ ص, في 16/4/1408 H melarang penyebaran
dan memperbanyak kitab tafsir ini sampai ada perbaikan permasalahan ideologi di
dalamnya. Memang benturan ideologi dalam tafsir ini tidak bisa elakan, karena
ada saat as-Shobuni menggunakan penafsiran a la Salafy yang mempraktekan
methode “tafwidh ilallah” [khususnya ketika beliau merujuk tafsir dari Ibnu
Katsir]. Dan ada saaat kita akan melihat beliau mengambil penafsiran a la
Asy’ari yang menggunakan methode “ta’wil” [khusunya ketika beliau mengambil
tafsir dari Ar-Razi]. Namun untuk Mu’tazilah beliau menjelaskan tidak mengambil
dari Zamakhsyari kecuali penjelasan tentang masalah bahasa saja. Kenyataan ini
membuat kita sulit mengira-ngira apa gerangan ideologi as-Shobuni. Terlepas
dari permasalahan ideologi As-Shobuni, DR.Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa,
“ikhtiyarul mar’i qith’atun min aqlihi” maka lanjut beliau lagi, bisa dikatakan
apapun yang dipilih dan diambil As-Shobuni dari kitab-kitab tafsir besar
merupakan persetujuan beliau terhadap penafsiran-penafsiran itu. Jadi?
Nb: Mohon
petunjuk atas segala ketidakpahaman saya
Daftar Referensi
- Abdul Qodir
Muhammad Sholih, al-Tafsir wa almufassirun fi al-Ashri al-Hadits, Dar
El-Marefah press, Beirut, 1424/2003.
- Syeikh
Muhammad Ali as-Shobuni, Shofwah at-Tafasir, Dar As-Shobuni press, Cairo.
- Kumpulan
diskusi dan tanya jawab di www.islamport.com
- Kumpulan
diskusi dan tanya jawab di www.tafsir.org
- Kumpulan
diskusi dan tanya jawab di www.qassimy.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar