Mafatih al-Ghaib, ( karya Al-Razi )
1.
Biografi al-Razi
Nama lengkap al-Razi yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain bin
Hasan bin Ali, Attamimi, al-Bakhri ath-Thabaristani, al-Razi, yang diberi
julukan dengan Fakhruddin dan dikenal dengan Ibnu Al-Khatib Al-Syafii, beliau
dilahirkan di Ray ( nama tempat ) pada tanggal 15 Ramadhan tahun 544 H ,
kemudian beliau wafat pada bulan syawal, 606 H. Beliau adalah seorang ulama
yang memiliki pengaruh besar, baik dikalangan penguasa (sultan-sultan Khawarizimsyahiyah)
maupun masyarakat umum.
Beliau tumbuh dewasa dengan menuntut ilmu dan melakukan perjalanan ke
tempat-tempat yang terkenal seperti Khawarizmi, Khurasan dan benua yang
terletak di belakang sungai. Ketika ia menyelesaikan dengan bapaknya, yang mana
ia adalah murid dari Imam al-Baghawi yang terkenal, ia berguru lagi dengan
al-Kamal al-Sam’ani al-Majdi al-Jaili dan banyak lagi ulama yang sezaman dengan
mereka .
Beliau juga seorang ulama yang menguasai berbagai ilmu secara mendalam
dan luas sehingga dikenal sebagai ahli fiqh dan ushul fiqh, ilmu kalam, tafsir
filsafat, tabib (dokter), ilmu hitung dan dikenal juga sebagai seorang sufi.
Mengenai bidang-bidang ilmu tersebut, ia telah menulis beberapa kitab dan
komentarnya, sehingga ia dipandang sebagai seorang filsuf pada masanya dan
kitab-kitabnya menjadi rujukan penting bagi mereka yang yang menamakannya
sebagai filosof Islam. Berkat kesungguhan dan keuletannya dalam menuntut ilmu
jadilah al-Razi yang dikenal dengan pakar dalam ilmu logika pada masanya dan
salah seorang imam dalam ilmu syar’i, ahli tafsir dan bahasa, sebagaimana ia
juga dikenal sebagai ahli fiqh dalam madzhab syafi’i. Semasa hidupnya ia
berhasil menyusun beberapa kitab diantaranya ialah : Mafatih al-Ghaib (yang
sedang kita bicarakan), Asrar at-Tanzil wa Anwar at-Takwil, Ihkam al-Ahkam,
dsb.
2.
Tafsir al-Razi dalam
Mafatih al-Ghaib dan metodenya
Tafsir ini juga dikenal sebagai Tafsîr al-Kabîr atau Tafsîr ar-Râzi.
Umumnya dipercaya bahwa al-Razi meninggal sebelum menyelesaikannya. Tafsir itu
diselesaikan oleh salah satu muridnya, yang telah mengikuti metodologi dan
idiom pendahulunya, sedemikian tepatnya sehingga tidak dapat dibedakan gaya
keduanya , karena itu para ahli berbeda pendapat mengenai tempat yang
ditinggalkan al-Razi dan mana yang dilanjutkan muridanya atau bahkan ada satu
atau dua orang murid yang menyelesaikannya .
Lepas dari
polemik di atas, ini adalah salah satu kitab tafsir dengan menggunakan metode
tahlili bi al-ra’yi yang paling komprehensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an.
Dalam tafsirnya sang pengarang terlihat berusaha menangkap substansi (ruh)
makna yang terkandung dalam teks al-Qur’an. Beliau (al-Razi) menggunakan
ilmu-ilmu humaniora untuk menggapai tujuan (tafsir)-nya, yaitu menetapkan
keistimewaan akal dan ilmu di hadapan al-Qur’an, membersihkan dari kerancuan
pikiran dan kedangkalan akal, serta menegaskan kebenaran riwayat (teks) dengan
kedalaman fikiran”.
Adapun maksud
dari tafsir ini dan segala uraiannya, antara lain: Pertama, menjaga dan
membersihkan al-Qur’an beserta segala isinya dari kecenderungan-kecenderungan
yang rasional, tetapi justru dengan itu diupayakan bisa memperkuat keyakinan
terhadapnya (al-Qur’an); Kedua, pada sisi lain, al-Razi meyakini pembuktian
eksistensi Allah dengan dua hal, yaitu “bukti terlihat” dalam bentuk wujud
kebendaan dan kehidupan, serta “bukti terbaca” dalam bentuk al-Qur’an al-Karim.
Apabila kita merenungi hal yang pertama secara mendalam, maka kita akan semakin
memahami hal yang kedua, menurutnya lebih lanjut. Karena itu, dia
merelevansikan antara keyakinan ilmiah dengan kebenaran ilmiah dalam tafsirnya.
Ketiga, al-Razi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya studi balaghah dan
pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta digunakan untuk menakwil
ayat-ayat al-Qur’an, selama berdasarkan kaidah-kaidah madzhab yang jelas, yaitu
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Namun, karena pembahasan di dalamnya menggunakan metode penalaran logika
dan istilah-istilah ilmiah, serta mencakup ilmu kedokteran, ilmu mantiq, ilmu
filsafat, dan ilmu hikmah, maka kitab ini terkesan kehilangan intisari tafsir
dan hidayah keislamannya. Sampai-sampai, sebagian ulama menilai “di dalamnya
(Tafsir al-Razi) terkandung berbagai hal, kecuali tafsir”. Dengan bahasa lain,
Abu Hayyan menegaskan bahwa Fakhruddin al-Razi menghimpun dan menjelaskan
banyak hal secara panjang lebar dalam tafsirnya, sehingga (seolah-olah) tidak
lagi membutuhkan ilmu tafsir .
Fakhruddin
al-Razi sangat mementingkan korelasi antar ayat-ayat al-Qur’an dan
surat-suratnya, di samping penjelasan secara panjang lebar tentang tata bahasa
(gramatika). Walau mencakup pembahasan yang ekstensif mengenai permasalahan
filsafat, di antara berbagai aspek dari tafsir ini yang paling penting adalah
pembahasan tentang ilmu kalam. Pembahasan ini memuat persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan Allah Swt. dan eksistensi-Nya, alam semesta, dan manusia,
yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan alam, astronomi, perbintangan (zodiak),
langit dan bumi, hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta bagian-bagian tubuh manusia.
Dari hasil
analisis kami, di tinjau dari metode pengumpulan datanya kitab tafsir ini
menggunakan pendekatan tafsir tahlili yakni suatu pendekatan tafsir dengan
melakukan penafsiran sesuai dengan urutan mushaf utsmany.
Kitab tafsir ini
terdiri dari 16 jilid ( peny- yang sedang kami kaji ) yang tebal, dicetak dan
tersebar di kalangan orang-orang yang berilmu. Kitab ini mendapat perhatian
yang besar dari para para pelajar Alquran karena ia mengandung pembahasan yang
dalam mencakup masalah-masalah keilmuan yang beraneka ragam.
Orang yang
meneliti karya besar ini akan menemukan beberapa poin penting yang menarik
perhatian, diantaranya :
a.
Mengutamakan penyebutan
hubungan antara surah-surah Alquran dan ayat-ayatnya satu sama lain sehingga ia
menjelaska hikmah-hikmah yang terdapat dalam urutan-urutan Alquran : yang
diturunkan dari (Tuhan) yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji (QS Fushshilat :
42)
b.
Sering menyimpang ke
pembahasan tentang ilmu matematika, filsafat, biologi dan yang lainnya.
c.
Membubuhkan banyak pendapat
para filosof, ahli ilmu kalam dan menolaknya -mengikuti metode ahli sunnah dan
para pengikutnya- ia selalu mengerahkan segala kemampuannya untuk menentang
pemikiran orang-orang Mu’tazilah dan melemahkan dalil-dalil mereka.
d.
Kalau ia menemui sebuah
ayat hukum, maka ia selalu menyebutkan semua madzhab fuqaha. Akan tetapi, ia
lebih cenderung kepada madzhab Syafi’i yang merupakan pegangannya dalam ibadah
dan mu’amalat.
e.
Al-Razi menambahkan dari
apa yang telah disebutkan di atas, dengan masalah tentang ilmu ushul,
al-balaghah, al-nahwu dan yang lainnya, sekalipun masalah ini dibahas tidak
secara panjang lebar sebagaimana halnya pembahasan ilmu biologi, matematika dan
filsafat.
Secara global
tafsir al-Razi lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia yang besar
dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu-ilmu yang ada hubungannya, baik secara
langsung ataupun tidak langsung, dengan ilmu tafsir dan semua ilmu yang menjadi
sarana untuk untuk memahaminya .
3. Contoh tafsir
Ar-Razi
Di bawah ini, akan kami sajikan beberapa contoh tafsir al-Razi
diantaranya telihat dalam menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 2 :
قوله تعالى ( لاريب فيه ) فيه مسألان :
المسألة لأولى : الريب قريب من الشك وفيه زيادة كأنه ظن سوء
تقول رابني أمر فلان إذا ظننت به سوءِِ, ومنها قوله عليه السلام " دع ما
يريبك إلى ما لا يريبك " فإن قيل : قد يستعمل الريب في قولهم " ريب
الدهر " و " ريب الزمان " اي حوادثه قال الله تعالى ( نتربص به ريب
المنون ) ويستعمل أيضا في معني ما يختلج في القلب من أسباب الغيظ
قلنا : هذان قد يرجعان إلى معنى الشك لأن ما يخاف من ريب المنون
محتمل فهو كالمشكوك فيه وكذلك ما اختلج بالقلب فهو غير متيقن..............
“Firman Allah
: tidak ada keraguan padanya (QS Al-Baqarah : 2), ayat ini mengandung dua
masalah.
Masalah pertama : kata al-raib hampir sama maknanya dengan asy-syak,
tetapi di dalamnya ada tambahan seakan-akan ia prasangka buruk. Engkau katakan
: “perkara si fulan meragukan diriku apabila kamu berprasangka jahat
terhadapnya.” Seperti sabda Nabi yang berbunyi : “tinggalkan hal yang
meragukanmu kepada hal yang tidak meragu-ragukanmu.” Maka jika dikatakan : kata
al-raib kadang-kadang digunakan dalam perkataan mereka : raib al-dahr, raib
al-zaman, yakni kejadian-kejadiannya.”
Melihat hasil penafsirannya al-Razi terhadap al-Qur’an, beliau
menggunakan metode tahlili yang ditinjau dari segi pengumpulan datanya, dan
ditinjau dari sumber penafsirannya menggunakan tafsir bi al-matsur dan bi
al-ra’yi, disamping itu apabila ditunjau dari metode analisisnya yaitu tafsir
tafshily yaitu secara terperinci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar