Mari kita kaji tiga pendapat tentang kelayakan tahamul hadits menurut para ahli ilmu :
Pertama, bahwa umur minimal dalam konteks tahamul hadits adalah lima tahun. Ibn ashsalah mengatakan :"pembatasan lima tahun itu merupakan ketentuan yang diperaktekan ulama hadits mutaakhirin".
Hujjah yang digunakan oleh pendapat ini adalah riwayat imam bukhari
dalam sahihnya dari hadits Muhammad ibm arrabi ra., katanya : "aku masih
ingat siraman Nabi Saw. Dari timba ke mukaku, dan aku (ketika itu)
berusia lima tahun" (lih. Sahih bukhari hal. 25 juz I).
Kedua, pendapat al-hafidz
Musa ibn Harun al-Hammal, yaitu bahwa kegiatan mendengar yang dilakukan
oleh anak kecil dinilai absah bila ia telah mampu membedakan antara
sapi dan himar. Saya merasa yakin bahwa beliau maksudkan adalah
"tamyiz". Beliau menjelaskan pengertian tamyiz dengan kehidupan
disekitar. Pendapat beliau menurut saya justru buntu, karena tidak
menentukan ukuran spesifik pada tamyiz itu sendiri seperti pendapat
pertama tadi.
Ketiga, keabsahan
kegiatan dalam mendengar hadits masih disandarkan pada adanya tamyiz.
Bila ia memahami pembicaraan dan mampu memberikan jawaban, maka ia sudah
mumayiz dan absah pendengarannya, meskipun usianya di bawah lima tahun.
Namun, bila ia tidak memahami pembicaraan dan tidak mampu memberikan
jawaban, maka kegiatan mendengar hadits dinyatakan tidak absah, meskipun
usianya diatas lima tahun. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas
ulama mutaqadimin. (lih. Muqadimah ibn ashshalah, hal. 49. Bandingkan dengan Fathul al-Mughist karya al-iraqy, hal 45 juz II)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar