NIM : 1209103010
JURUSAN: Tafsir Hadits
SEMESTER: V/A
MATA KULIAH: Tafsir IV
Penafsiran Ayat-ayat Tentang Penetapan Hak Milik Perorangan Atas
Harta
Al-Qur’an
menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang
terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan
penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan
yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya
terutama di dalam Islam.
Islam
memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta
sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan
dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun
non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk
mendapatkan harta.
Al-Qur’an
memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada
Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan
harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat
kemanusiannya. Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia
kepada derajat yang mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesam manusia.
Oleh karena
itu, harta dalam perspektif Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut
dalam makalah ini baik dalam hubungannya kepada sang Khaliq, maupun harta yang
bersifat materi maupun non materi.
Pandangan Islam terhadap Kepemilikan
dan Privatisasi
Islam
mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang memedomani dan mengatur hubungan
seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakat. Dalam hal ini, Islam bukan hanya
layanan Tuhan seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyatukan
aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik dalam
kehidupan spiritual maupun material.
Dalam
pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah
SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada di alam
semesta ini:
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ
"Kepunyaan Allahlah kerajaan
langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya. Dia
Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan
segala hal yang berkaitan dengan mekanisme perolehan kepemilikan, tata cara
mengelola dan mengembangkan kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan
tersebut di tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan
hukum-hukumnya. Atas dasar itu, maka hukum-hukum yang menyangkut masalah
ekonomi dalam Islam, dibangun atas kaidah-kaidah umum ekonomi Islam (al-qawaid
al-'ammah al-iqtisadi al-Islamyyah) yang meliputi tiga kaidah, yakni:
- kepemilikan (al-milkiyyah),
- mekanisme pengelolaan kekayaan (kayfiyyah al-tasarruf fi al-mal) dan
- distribusi kekayaan di antara manusia (al-tawzi' al-tharwah bayna al-nas).
1. Konsep
Harta
Harta di
dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984). Harta
(al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu
min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i
harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang
legal menurut hukum syara’ (hukum Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi
dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di dalam Al Quran, kata al mal
dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38
surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang
digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan,
perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian
termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna
memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan
kepada manusia.
Islam telah
menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna memperoleh harta yang
halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara meraih harta dalam islam:
A.
Meraih harta secara langsung dari
hasil keringatnya sendiri.
Inilah yang
sering di puji oleh islam, yaitu meraih harta dengan jerih payah keringatnya
sendiri selama hal itu berada pada koridor yang telah ditentukan oleh Allah dan
ini merupakan cara meraih harta yang paling mulia dalam islam. Islam adalah
satu-satunya agama samawi yang memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan
pekerjaan sebagai ibadah disisi-Nya. menjadikannya asas dari kebaikan didunia
dan akhirat. Pada surat Al-Mulk ayat:15 Allah memerintahkan kita
untuk berjalan di muka bumi guna meraih kehidupan:
“Dialah yang menjadikan bumi itu
mudah buat kamu,maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian
dari rezeki-Mu. Dan hanya kepadaNya kamu kembali (setelah) dibangkitkan.”
Dalam surat Al-Muzammil ayat:20
Allah menjelaskan bahwa mencari kehidupan dengan cara bekerja setara
kedudukannya dengan berjihad di jalan Allah:
“… dan orang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian karunia Allah;dan orang yang lain lagi berperang di jalan
Allah.”
B. Harta
warisan
Dalam islam
harta warisan adalah salah satu jalan yang diperbolehkan guna meraih harta
kekayaan. Ini disebut meraih harta secara tidak langsung. Dalam artian
si-penerima harta,tidaklah bersusah payah untuk mendapatkannya. Karena itu
adalah peninggalan dari oarng yang meninggal (ayah atau keluarga dekatnya).
Kepemilikan yaitu seseorang memiliki wewenangan untuk bertindak atas apa yang
ia miliki. Tetapi ketika hubungan yang mengikat antara si-pemilik harta dengan
harta yang ia miliki terputus disebabkan wafatnya si-pemilik, maka harus ada
pemilik baru yang menggantikan wewenang kepemilikan harta yang ia miliki. Dan
Islam menjadikan orang yang paling dekat hubungannya dengan si-mayit yang
menerima wewenang dalam kepemilikan harta si-mayit. Ini sesuai dengan fitrah
manusia. Dalam hal ini yang paling dekat adalah anak dan keluarga terdekat.
C.
Allah adalah Pencipta dan Pemilik
Harta yang Hakiki
Di dalam ayat-ayat Al-Quran,
Allah Swt kadang-kadang menisbatkan dalam ayat-ayat Al-Quran kepemilikan harta
itu langsung kepada Allah Swt.
Nèdqè?#uäur `ÏiB ÉA$¨B «!$# üÏ%©!$# öNä38s?#uä 4
“Dan
berikanlah kepada mereka, sebagian harta Allah yang telah Dia berikan kepada
kalian.” (QS Al-Nur:33)
Allah Swt langsung menisbatkan
(menyandarkan) harta kepada diri-Nya yang berarti harta milik Allah. Hal ini
dapat dilihat dari penggunaan kata ‘min malillah’, yang bermakna Allah
merupakan pemilik mutlak atas seluruh harta yang ada di dunia.
D.
Harta adalah fasilitas bagi
Kehidupan Manusia
Allah adalah pemilik mutlak harta
yang kemudian menganugrahkannya kepada umat manusia. Penganugrahan dari Allah
ini dalam rangka memberikan fasilitas bagi kelangsungan kehidupan manusia.
Allah memberikan segalanya kepada manusia termasuk harta kekayaan yang ada di
muka bumi ini. Seperti firman Allah:
uqèd Ï%©!$# Yn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ
“Dialah (Allah) yang telah
menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semuanya”. (QS Al
Baqarah: 29)
“Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”. (QS Al Hadid:7)
Yang
dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan oleh manusia yang bukan
secara mutlak hak milik karena pada hakikatnya pemilik sebenarnya ada pada
Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah
disyariatkan Allah, oleh karena itu manusia tidaklah boleh kikir dan boros.
Allah memberikan kuasa kepada manusia untuk mengusahakan, memanfaatkan dan
melestarikan harta yang ada di bumi dengan bijak serta memerintahkan manusia
untuk senantiasa berupaya mencari harta agar dapat memilikinya.
E. Allah
Menganugrahkan Kepemilikan Harta kepada Manusia.
Allah
memberi manusia sebagian dari harta-Nya setelah manusia tersebut berupaya
mencari kekayaan, maka jadilah manusia disebut “mempunyai” harta. Hal ini
tampak dalam Al Quran yang menyebutkan harta sebagai milik manusia:
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah : 188)
Dalam ayat
di atas memberikan pengertian bahwa harta ketika dikaitkan dengan manusia
berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia, dan itu pun bila
diperoleh dengan cara yang legal menurut syariah Islam.
Pelapangan
rezeki yang diberikan Allah tidak berkaitan dengan keimanan serta kekufuran
seseorang, seperti firman Allah:
ª!$# äÝÝ¡ö6t s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o âÏø)tur 4 (#qãmÌsùur Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$# $tBur äo4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# wÎ) Óì»tFtB ÇËÏÈ
“Allah meluaskan rezki dan
menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan
kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan
akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS Ar
Ra’d : 26)
Dalam ayat
ini, Allah melapangkan rezeki bagi sebagian hambaNya dan menyempitkan bagi
sebagian yang lain, sesuai dengan tuntutan kebijaksanaanNya. Pelapangan dan
penyempitan rezeki ini tidak berkaitan dengan keimanan dan kekufuran.
Barangkali Allah melapangkan bagi orang kafir dengan maksud memperdayakan dan
menyempitkan orang Mu’min dengan maksud menambah pahalanya.
Allah
melapangkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara para hambaNya
yang pandai mengumpulkan harta dan mempunyai kemudahan dalam mendapatkan harta
dimana hal ini tidak berhubungan dengan keimanan dan kekufuran seseorang. Pada
hakikatnya, kenikmatan dunia jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat
hanyalah sedikit dan akan cepat hilang. Oleh sebab itu, mereka yang berharta di
dunia tidak berhak untuk membanggakan dan menyombongkan bagian dari dunia yang
diberikan Allah kepada mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar