Prologue
Diantara
sekian banyak ulama dan pengumpul
hadis, Imam Muslim termasuk mudawwin yang
cakap dalam megumpulkan hadis Nabi. Beliau juga termasuk Imam besar di dalam
ilmu hadis. Kebesarannya tak usah diragukan lagi; sehingga muncullah satu kitab
tersohor yaitu Jami’ as-Shahih. Jami’
as-Shahih karya Imam Muslim merupakan kumpulan hadis shahih terbaik yang
beliau pandang. Kitab hadis tersebut—seperti yang dikemukakan banyak komentator
dan kritikus hadis—menempati urutan kitab kedua tershahih setelah Jami as-Shahihnya
al-Bukhari.
Sebelum mengurai isi dan kandungan mengenai sahih
Muslim, sebaiknya kita melihat biografi dan latar belakang Imam Muslim sendiri.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka meninjau isi kitab dari latar belakang
pengarangnya.
Biografi Imam Muslim
Imam
Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin
Kausyaz al Qusyairi an-Naisaburi. Ia dinisbatkan kepada Naisabur, karena ia
dilahirkan di Naisabur pada tahun 204 H, sebuah kota kecil di Iran. Ia juga
dinisbatkan kepada nenek moyangnya dan kabilahnya yaitu Qusyair bin Ka’ab bin
Rabi’ah bin Sa’sa’ah suatu keluarga bangsawan besar.
Imam Muslim belajar Hadis sejak
masih dalam usia dini, yakni kurang lebih lima belas tahun, yaitu mulai tahun
218 H. Beliau pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak
mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadis kepada mereka. Di
Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, di Ray ia
berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar Hadis
kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah. Di Hijaz belajar kepada
Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar. Di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan
Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadis yang lain.
Selain yang telah disebutkan di
atas, Imam Muslim masih mempunyai banyak guru, di antaranya: Usman dan Abu
Bakar, keduanya putra Abu Syaibah, Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri,
Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar,
Harun bin Sa’id al-Ajli, Qutaibah bin Sa’id.
Banyak para
ulama yang meriwayatkan hadis dari Imam Muslim, bahkan di antaranya terdapat
ulama besar yang sebaya dengan dia. Di antaranya, Abu Hatim ar-Razi, Musa bin
Harun, Ahmad bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah, Yahya bin Said, Abu Awanah
al-Isfarayini, Abi isa at-Tirmidzi, Abu Amar Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamli,
Abul Abbas Muhammad bin Ishaq bin as-Sarraj, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan
al-Faqih az-Zahid. Dan masih banyak lagi muridnya yang lain.
Imam Muslim menyusun kitabnya dalam waktu kurang
lebih 15 tahun. Dia mengumpulkan hadis-hadis shahih di dalamnya sejumlah 4.000
buah yang diseleksi dari 300.000 hadis yang didengarnya. Dalam kitab itu, juga
ada beberapa hadis yang berulang sebagaimana dalam kitab Shahih al-Bukhari.
Jika tidak berulang, —seperti apa yang diungkapkan oleh Muhammad Ajjaj
al-Khatib— hadis yang ada dalam kitab ini berjumlah 3.030 buah. Imam Muslim
menyatakan bahwa dalam kitabnya ini tidak ada hadis-hadis selain dari hadis shahih.
Sama seperti pada kitab hadis yang lain,
para ulama juga menulis Syarh dan Mukhtashar untuk kitab Shahih
Muslim. Di antara kitab Syarh untuk Shahih Muslim adalah al-Mu’lim bi
Fawaidi Kitab Muslim tulisan Abu ‘Abdillah bin ‘Ali al-Mazari, Ikmal al-Mu’lim
fi Syarh.
Shahih Muslim tulisan
Qadli ‘Iyadl bin Musa al-Yahshabi al-Maliki, dan al-Minhaj fi Syarh Shahih
Muslim tulisan al-Nawawi. Adapun kitab Mukhtashar Shahih Muslim di
antaranya adalah Mukhtashar oleh al-Syeikh Abi ‘Abdillah Syarf al-Din
bin ‘Abdillah, al-Mufham li Ma Asykala min Talkhishi Shahih Muslim oleh
Imam al-Qurthubi, dan Mukhtashar oleh Imam al-Mundziri.
Isi Shahih Muslim
Kitab ini disusun dengan sistematika yang baik, sehingga isi
hadisnya tidak bertukar-tukar dan tidak berlebih dan berkurang sanadnya. Kitab
ini diawali dengan muqadimah, dan selanjutnya ia mengelompokkan
hadis-hadis yang berkaitan dengan suatu tema atau masalah pada suatu tempat.
Untuk mengetahui isi dan sistematika
kitab Sahih Muslim secara rinci, di bawah ini dikemukakan tabelnya. Informasi
yang disajikan dalam table adalah tentang nama-nama kitab (dalam pengertian
bagian), jumlah bab dan hadis dalam tiap-tiap kitab.[1]
No
|
Nama Kitab
|
Jumlah Bab
|
.
|
Muqaddimah
|
74
|
1
|
Iman
|
96
|
2
|
Taharah
|
34
|
3
|
Haid
|
33
|
4
|
Shalat
|
52
|
5
|
Masajid wa Mawadi’ al-Shalat
|
56
|
6
|
Shalat al-Musafirin wa al-Qasriha
|
56
|
7
|
Al-Jum’ah
|
19
|
8
|
Al-Aidain
|
5
|
9
|
Al-istisqa’
|
5
|
10
|
Al-Kusufh
|
5
|
11
|
Al-Janaiz
|
37
|
12
|
Al-Zakat
|
56
|
13
|
As-Siyam
|
40
|
14
|
Al-I’tikaf
|
4
|
15
|
Al-Hajj
|
97
|
16
|
An-Nikah
|
24
|
17
|
Ar-Rada’
|
19
|
18
|
At-Talaq
|
9
|
19
|
Al-Li’an
|
1
|
20
|
Al-Atq
|
7
|
21
|
Al-Buyu’
|
21
|
22
|
Al-Masaqah
|
31
|
23
|
Al-Faraid
|
5
|
24
|
Al-Hibah
|
4
|
25
|
Al-Wasiyah
|
6
|
26
|
An-Nadzar
|
5
|
27
|
Al-Aiman
|
13
|
28
|
Al-Qasamah Wa al-Maharibin Wa al-Qishas Wa al-Diyat
|
11
|
29
|
Al-Hudud
|
11
|
30
|
Al-Aqdiyat
|
11
|
31
|
Al-Luqathah
|
6
|
32
|
Al-Jihad
|
51
|
33
|
Al-Imarah
|
56
|
34
|
Asha’id wa al-Dzhabaih wa ma yu’kilu hayawan
|
12
|
35
|
Al-Adaha
|
8
|
36
|
Al-Asyribah
|
35
|
37
|
Al-Libas
|
35
|
38
|
Al-Adab
|
10
|
39
|
As-Salam
|
41
|
40
|
Al-fadhz
|
5
|
41
|
Al-Syiir
|
2
|
42
|
Ar-Ruyah
|
5
|
43
|
Al-Fadail
|
36
|
44
|
Fadail as-Sahabah
|
60
|
45
|
Al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab
|
51
|
46
|
Al-Qadar
|
8
|
47
|
Al-Ilmu
|
6
|
48
|
Ad-dzkr wa Du’a wa taubah wa Istigfar
|
27
|
49
|
At-Taubah
|
11
|
50
|
Shifat al-Munafiqin
|
1
|
51
|
Al-Jannah wa Shifat Nafsiha wa Ahliha
|
40
|
52
|
Al-Fitan
|
28
|
53
|
Al-Zuhud
|
20
|
54
|
At-Tafsir
|
8
|
Imam Muslim
memasukkan hadis utama pada semua awwal tiap babnya. Hadis awal dari setiap bab
itu menjadi rujukan bagi hadis-hadis syawahid dan muttabi’. Terkadang
Imam Muslim memasukkan hadis yang lemah pada kitab shahihnya sekedar sebagai syawahid
bagi hadis utama di awal bab.
Para ulama telah sepakat dengan keshahihan kitab shaih
Muslim. Imam Muslim menentukan syarat dalam keshahihan haditsnya seperti syarat
shahihnya mudawwin yang lain; seperti yang dirangkum oleh Imam
an-Nawawi:
قال
الشيخ الامام أبو عمرو بن الصلاح: شرط مسلم رحمه الله فى صحيحه أن يكون الحديث
متصل الاسناد بنقل الثقة عن الثقة من أوله الى منتهاه سالما من الشذوذ و العلة
“Abu Amr ibn Shalah telah berkata:
Muslim—rahimahullah—telah mensyaratkan bahwa hadits-hadits pada kitab shahihnya
harus bersambung sanad; dinuqil dari perawi tsiqat sedari awal sanad sampai
akhirnya; selamat dari syadz dan illat.”[2]
Apabila syarat yang dipakai oleh Imam Muslim
demikian, maka tidak ada bedanya dengan syarat keshahihan mudawwin yang
lain. Semua yang ada pada kitab shahih Muslim masuk pada syarat yang beliau
tentukan, kecuali rawi-rawi berikut: Abu Zakariyya al-Makki, Suahil ibn Abi
Shalih, al-A’la ibn Abdirrahman.
Rawi-rawi yang disebut dimuka—walau Imam Muslim
memasukkannya diantara rawi tsiqat, dan mencantumkan mereka pada sanad
haditnya—Imam Bukhari tidak demikian. Seperti yang disebut oleh an-Nawawi,
walaupun Imam Muslim menekankan terhadapkan keshahihan hadits pada kitabnya,
tetapi secara metodis, Imam Bukhari—yang mempunyai kitab shahih pula—berbeda,
karena mempunyai syarat keshaihan yang lebih ketat.[3]
Begitupun pada kitab shahihnya Bukhari, rawi-rawi yang sering dijadikan hujjah
olehnya, Imam Muslim tidak mencantumkannya sebagai hujjah, seperti:
Ikrimah maula Ibn Abbas, Ishaq ibn Muhammad al-Farawi, Amr ibn Marzuq, dll.[4]
Metode penulisan Sahih Muslim
Dalam menyusun kitabnya, Imam Muslim menempuh metode yang
bagus sekali. Ia menghimpun matan-matan Hadis yang senada atau satu tema
lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memotong atau
memisahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang
penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang
mendesak yang menghendaki adanya pengulangan.
Selain itu, Imam Muslim pun selalu
manggunakan kata-kata atau lafadz-lafadz dalam proses periwayatan hadis secara
cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam
menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka ia pun
menjelaskannya. Demikian juga bila seorang periwayat meriwayatkan Hadis dengan
kata “hadasana” (menceritakan pada kami), dan periwayatan lainnya dengan
kata “akhbarana” (mengabarkan pada kami), maka perbedaan lafadz ini pun
dijelaskannya. Begitu juga, bila sebuah Hadis diriwayatkan oleh orang banyak
dan dalam periwayatannya terdapat perbedaan lafadz, ia pun menerangkannya bahwa
lafad yang disebutnya itu berasal dari riwayat “si fulan”, ia akan menyatakan
dengan “wa lafdu fulan” (redaksi ini adalah redaksi menurut Fulan).
Hadits-hadits yang ditulis dalam
Shahih Muslim disaring dari sekitar 300.000 hadits yang ia hafal, sebagaimana
pendapat Ibnu Shalah dan Imam an-Nawawi. Tetapi Ahmad bin Salamah mengatakan,
“Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Shahihnya itu selama 15 tahun.
Kitab itu berisi 12.000 buah hadits”.
Soal metode penyusunan Hadits, Imam
Muslim menerapkan prinsip-prinsip jarh dan ta’dil, suatu metode yang digunakan
untuk menilai cacat atau tidaknya suatu Hadits. Dalam kitabnya ia menggunakan
beberapa sighat at-tahammul
(metode-metode penerimaan riwayat) seperti haddatsani, telah berkata kepadaku; haddatsana, telah berkata kepada kami;
akhbarani, telah mengabarkan kepada saya; akhbarana,
telah mengabarkan kepada kami, dan qala, telah berkata.
Berkat kesungguhan dan keseriusannya
dalam menekuni hadis, Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam khazanah
ilmu hadis setelah Imam Bukhari.
“Di dunia saat ini, orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat, salah satu di antaranya adalah Imam Muslim,” kata Abu Quraisy Al-Hafiz, ulama besar yang hidup semasa dengan Imam Muslim.
“Di dunia saat ini, orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat, salah satu di antaranya adalah Imam Muslim,” kata Abu Quraisy Al-Hafiz, ulama besar yang hidup semasa dengan Imam Muslim.
Di usianya yang masih relatif muda,
Imam Muslim telah mencapai puncak kejayaan dan popularitas di bidang ilmu hadis.
Namun sayang, usianya tak cukup panjang untuk terus menghasilkan karya-karya
besar. Ia wafat pada hari Ahad petang, 25 Rajab 261 H, dalam usia 55 tahun di
Naisabur.
Contoh hadis pada kitab shahih Muslim
الجامع الصحيح مسلم بَاب كَرَاهِيَةِ الشُّرْبِ قَائِمًا
3773 - حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي عِيسَى الْأُسْوَارِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ
عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا
3774 - و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ وَابْنِ الْمُثَنَّى قَالُوا
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي
عِيسَى الْأُسْوَارِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
نَهَى عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا
3775 - حَدَّثَنِي عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا
مَرْوَانُ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَمْزَةَ أَخْبَرَنِي أَبُو
غَطَفَانَ الْمُرِّيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar