HAKIKAT ILMU
1.
JENIS PENGETAHUAN
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu. Sidi Gazalba,
mengungkapkan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan
tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari : kenal, sadar, insyaf,
mengerti, dan pandai. Pengenut pragmatis, terutama Dewey,
tidak membedakan antara pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan haruslah benar, kalau tidak benar adalah
konstradiksi.
Bertititk tolak dari pengetahuan adalah kebenaran,
dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupannya manusia dapat
memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Menurut hemat penulis ada beberapa
pengetahuan yang dimiliki manusia, yaitu:
1) Pengetahuan biasa atau common sense
2) Pengetahuan ilmu, secara singkat orang
menyebutnya dengan pendek saja yaitu “ilmu” sebagai terjemahan dari “science”.
3) Pengetahuan filsafat, atau dengan
singkat saja disebut filsafat.
4) Pengetahuan religi (pengetahuan agama,
pengetahuan atau kebenaran yang bersumber dari agama).
a.
Pengetahuan Biasa (Common Sense)
Pengetahuan atau dalam filsafat dapat dikatakan
dengan istilah “common sense”, dan
sering diartikan dengan “good sense”,
karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik. Semua orang
menyebutnya sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena
memang dirasakan panas, dan sebagainya.
Dengan common
sense, semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu, di
mana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common
sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat dipakai
untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan
mengeringkan sawah tadah hujan, dan sebagainya.
Titus, mengemukakan
beberapa cirri khusus dari common sense,
sebagai berikut:
1) Common
sense cenderung menjadi biasa dan tetap, atau
bersifat peniruan, serta pewarisan dari masa lampau.
2) Common
sense sering kabur atau samar dan memiliki
arti ganda (ambiguous)
3) Common
sense merupakan suatu kebenaran atau kepercayaan
yang tidak teruji, atau tidak pernah diuji kebenarannya.
b.
Pengetahuan ilmu
1. Pengertian
Kata
“ilmu” merupakan terjemahan dari kata ”science”,
yang secara etimologis berasal dari kata latin “scire”, yang artinya “to
know”. Dalam pengertian yang sempit science
diartikan untuk menunjukan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif
dan objektif.
Menurut Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan,
mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan
menggunakan metode-metode observasi, yang teliti dan kritis.
Ashkey Montagu yang
disunting oleh Endang Saefudin Anshari,
mengemukakan, ilmu (science)
merupakan pengetahuan yang disusun, yang berasal dari pengamatan, studi, dan
pengalaman, untuk menentukan hakikat dan prinsip tenteng hal yang sedang
dipelajari.
Prof. Harsoyo mengemukakan
beberapa pengertian tenteng ilmu, yaitu:
(1) Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan
yang disistemasikan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan.
(2) Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu
pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh pancaindra manusia.
Dari
beberapa pengertian “ilmu” yang penulis kemukakan tersebut, dapat memperoleh
gambaran yang lebih jelas, apa yang disebut dengan ilmu. Ilmu pada prinsipnya
merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal
dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dilanjutkan
dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai
metode.
Ilmu
dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objektif thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna
terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya
dengan observasi, eksperimen, klasifikasi, dan analisis ilmu itu objektif dan
mengenyampingkan unsure pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam
arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena dimulai
dengan fakta, ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif.
2. Sifat-sifat Ilmu
Sejarah
membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akan membawa manusia kepada kemajuan
dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu
memungkinkan karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu.
Dalam hal ini, Randal (1942)
mengemukakan beberapa cirri umum dari ilmu, di antaranya ialah :
a. Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan
merupakan milik bersama. Artinya, hasil dari ilmu yang telah lalu dapat
dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak
menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang dapat menggunakan,
memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
b. Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak,
dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang menyelidikinya adalah manusia. Namun
yangprlu diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak
pada manusia yang menggunakan metode tersebut.
c. Ilmu itu objektif. Artinya prosedur cara
penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakannya, tidak
tergantung kepada pemahaman secara pribadi. Berbeda dengan prosedur utoritas
dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman pribadi.
Selanjutnya
Ralph Rose dan Ernest Van den Haag, yang disunting leh Haryoso, mengemukakan cirri-ciri umum ilmu, yaitu :
(a) Bahwa ilmu itu rasional;
(b) Bahwa ilmu itu bersifat empiris;
(c) Bahwa ilmu itu bersifat umum;
(d)
Bahwa
ilmu itu bersifat akumulatif.
Ilmu dikatakan rasional, karena ilmu merupakan hasil
dari proses berfikir dengan menggunakan akal, atau hasil berpikir secara
rasional.
ESENSI PENGKAJIAN ILMU
(ONTOLOGI ILMU)
1.
Pengetahuan Filsafat
A.
Bidang Kajian Filsafat
Para filosof berusaha memecahkan masalah-masalah yang
penting bagi manusia, baik secara langsung atau tidak langsung. Melalui
pengujian yang kritis, filosof mencoba untuk mengevaluasi informasi-informasi
dan kepercayaan-kepercayaan yang kita miliki tentang alam semesta serta
kesibukan dunia manusia. Filosof mencoba membuat generalisasi, sistematika, dan
gambaran-gambaran yang konsisten tentang semua hal yang kita ketahui dan kita
pikirkan.
Dari latar belakang kehidupan filosof, kita dapat
melihat bahwa mereka berasal dari beraneka ragam profesi, atau latar belakang
sosial yang berbeda. Di antara filosof ada yang memimpin agama seperti St. Augustine, Berkeley, yang mencoba
untuk memberikan penjelasan filsafatnya dari sudut pandang agama. Beberapa
filosof ada yang sebagai ilmuwan, seperti Rene
Descartes, yang mencoba mentafsirkan arti pentingnya berbagai teori dan
penemuan ilmiah. Kemudian John locke,
Thomas Hobbes, Karl Marx dan yang lainnya, di mana mereka berfilsafat
dengan maksud untuk mempengaruhi perubahan tertentu di dalam organisasi politik
masyarakat.
Tanpa melihat tujuan, pekerjaan, dan latar belakang
sosialnya, para filosof telah menyumbangkan suatu keyakinan mengenai pentingnya
pengujian dan analisis yang kritis terhadap pandangan-pandangan manusia, baik
yang bersumber dari pengalaman sehari-hari, berdasarkan penemuan-penemuan
ilmiah, maupun yang bersumber dari kepercayaan agama. Para filosof ingin
menelusuri lebih mendalam, apakah dapat dibuktikan kebenaran-kebenaran dari
pandangan-pandangan dan kepercayaan-kepercayaan manusia itu. Filosof ingin
menemukan, apa ide dasar atau konsep yang
kita miliki, apa dasar pengetahuan kita, dan standar (ukuran) apa yang dipakai
untuk membuat pertimbangan yang baik. Dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaaan semacam ini, filosof merasa bahwa ia dapat mencapai
pemahaman yang lebih bermakna tentang alam semesta, dunia, dan manusia.
Titus mengemukakan
ada tiga tugas utama dari filsafat ialah:
1) Mendapatkan pandangan yang menyeluruh.
2) Menemukan makna dan nilai-nilai dari
segala sesuatu.
3) Menganalisis dan mengadakan kritik
terhadap konsep-konsep.
Filsafat tertarik terhadap aspek kualitatif daripada
benda-benda atau segala sesuatu, terutama dalam makna dan nilai-nilainya.
Filsafat menolak mengabaikan setiap aspek yang otentik dari pengalaman manusia.
Hidup mendorong kita untuk membuat pilihan dan bertindak berdasarkan skala
nilai-nilai. Filsafat berusaha memformulasikan makna dan nilai-nilai dalam cara
yang paling dapat diterima oleh akal. Filsafat mencoba dan menentukan kebenaran
dengan pengujian secara kritis asumsi-asumsi serta konsep-konsep ilmu, semua
lapangan ilmu.
B.
Apa yang Dibahas Filsafat
Filsafat adalah berfikir secara radikal, sistematis,
dan universal tentang segala sesuatu. Jadi yang menjadi objek pemikiran filsafat
ialah segala sesuatu yang ada. Semua yang ada menjadi bahan pemikiran filsafat.
Namun karena filsafat merupakan usaha berfikir manusia secara sistematis, maka
disini perlu mensistematisasi segala sesuatu yang ada itu. Kita perlu
mengklasifikasikan yang ada.
Immanuel Kant mengajukan
empat pokok pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat, yaitu :
1) Was
darf ich hoffen :
Apakah yang boleh saya harapkan
2) Was
kann ich wissen :
Apakah yang dapat saya ketahui
3) Was
sol lich tun :
Apa yang harus saya perbuat
4) Was
is der mench :
Apakah manusia itu.
Menurut Kant, pertanyaai pertama dapat dijawab oleh
metafisika; pertanyaan kedua dijawab oleh epistemology; pertanyaan ketiga akan
dijawab oleh etika; dan pertanyaan keempat dapat dijawab oleh antropologi
(antropologi filsafat).
Butler mengemukakan
beberapa pokok masalah yang dibahas dalam filsafat, dalam hal ini ia menyusun
sistematika pembahasan filsafat, yaitu :
1. Metafisika :
a. Theologi
b. Kosmologi
c. Antropologi
2. Epistemology :
a. Hakikat pengetahuan
b. Sumber pengetahuan
c. Metode pengetahuan
3. Aksiologi :
a. Etika
b. Estetika
Sidi Gazalba mengemukakan
bidang permasalahan filsafat sebagai berikut :
1) Teori
prngrtahuan : Apa itu pengetahuan, dari mana
asalnya atau sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membentuk pengetahuan yang
tepet dan benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia
mencapai pengetahuan yang benar, dan apa yang dapat diketahui manusia, dan
sampai mana batasannya.
2) Metafisika
dengan pokok-pokok masalah : Filsafat hakikat atau ontology, filsafat alam atau
kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau thedycee.
3) Filsafat
Nilai yang membicarakan : Hakikat nilai, di
mana letak nilai (apakah pada bendanya atau pada perbuatannya atau pada orang
yang menilainya), kenapa terjadi perbedan nilai antara seseorang dengan orang
lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa
perbedaanpenilaian. Filsafat ini disebut Aksiologi.
Dalam uraian selanjutnya penulis akan mencoba
membahas sekilas masalah-masalah filsafat, yang mencakup :
1) Metafisika
2) Epistemology, dan
3) Aksiologi
2.
Metafisika
A.
Pengertian
Secara
etimologis metafisika berasal dari kata “meta”
dan ”fisika” (Yunani). “meta” berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan “fisika”, berarti alam nyata.
Kata fisik (physic) di sini sama
dengan “nature”, yaitu alam.
Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat,
yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman,
objeknya di luar hal yang dapat di tangkap pancaindra.
Metafisika
mempelajari manusia, namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah manusia
dengan segala aspeknya, termasuk pengalamannya yang dapat ditangkap oleh indra.
Sosiologi mempelajari manusia dalam
bentuk kelompok sertya interaksinya yang dapat ditangkap indra serta yang
berada dalam pengalaman manusia; begitu juga psikologi, biologi, dan sebagainya.
Namun
metafisika mempelajari manusia melampaui atau di luar fisik manusia dan
gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa
hidup di dunia ini. Jadi metafisika mempelajari manusia jauh melampaui
ruang dan waktu. Begitu juga pembahasan tentanf kosmos maupun Tuhan, yang
dipelajari adalah hakikatnya, diluar dunia fenomenal (dunia gejala).
B.
Jenis Metafisika
Metafisika
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1) ontology, dan 2) metafisika khusus.
Ontology mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat adanya dari segala
sesuatu wujud yang ada. Sedang metafisika khusus, mempersoalkan theology,
kosmologi, dan antroologi.
Theology mempersoalkan
pertanyaan sekitar Tuhan, dan hubungan Tuhan dengan dunia realitas. Kosmologi mempersoalkanasal dan struktur
dari alam semesta. Sedangkan mempersoalkan siapakah sebenarnya manusia,
bagaimana hubungannya satu sama lainnya, bagaimana kedudukannya di dalam kosmos
ini, dan bagaimana hubungannya dengan Tuhan.
1.
Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni Ontos
dan Logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu, jadi
ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang
ada. Menyoal ontologi sebagai cabang filasafat yyang membicarakan tentang
hakikat benda bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ”apa sebenarnya
realitas benda itu? Apakah sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak? Apakah
kedudukan ilmu dalam ruang yang ada ini? Benarmkah ilmu itu ada?”
Ontotologi adalah salah satu di antara tiga
lapangan penyelidikan kefilsafatan. Cabang ini serinng disebuut sebagai cabang
yang paling tua dan sekaligusa palinng utama. Thales adalah ojrang Yunani
poertama yang memikirkan persoalan ontologi. Ia adalah seorang filosof
bijaksana yang pertama kali merenung,kan asal mula penciptaan al;am. Atas
perenungannya terhadap air yang terdapat di mana-mana, ia sampai pada suatu
kesimpulan bahwa air merupakan subjjtansi terdalam yang menjadi asal ,mula dari
segala sesuatu. Hal terpenting dari pemikiran Thales ini, sebenarnya bukan pada
pendapatnya tentang air yang menjadi asal mula terjadinya segala sesuatu,
melainkan pada pendiriannya yang menyatakan bahwa mungkin segala sesuatu
berasal dari satu substansi yang sama, yang kemudian disebutnya bersumber dari
air.
Bagi semua orang, segala sesuatu dipandang apa
adanya secara wajar. Apabila mereka menjumpai kayu, daging, besi, air dan
sebagainya, mereka memandangnya sebagai substansi yang berdiri sendiri. Bagi
kebanyakan orang pada waktu itu, tidak ada pemilahan antara yang tampak
(appearance) dengan yang nyata (reality). Namun, Thales tidak demikian. Ia
justru melihat sesuatu itu pada awal kejadian atau awal penciptaannya. Ia tidak
melihat realitas benda sebagaimana yang terlihat dalam kasat mata. Perkembangan
selanjutnya, para filosof kemudian mengembangkan pemikirannya, khususnya pada
sesuatu benda yang ada dibalik sesuatau yang nyata. Dengan demikian Ontologi
menjadi ilmu pengetahuan yang paling universal, yakni membicarakan tentang
hakikat sesuatu, baik tentang asal mula penciptaan alam sebagaimana tergambar
dalam perspektif pemikiran Thales, dan sesuatau yang ada di balik performa yang
terwujud sebagaimana yang tergambar dalam pemikiran Plato.
Ontologi secara sederhana dapat diartikan sebagai
sesuatu tentang yang berada. Ia adalah pondasi metafisika, meskipun Ontologi
tidak secara otomatis disebut metafisika. Ontologi mengajukan pertanyaan
tentang yang berada, yakni sesuatau yang muncul pada setiap orang dan pada
setiap saat. Ontologi itu deskriptif, bukan spekulatif. Ontologi berusaha
mencari tahu struktur dasar yang dimiliki oleh yang berada. Dari teori hakikat
Ontologi ini kemudian munculah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain: (i)
filsafat idealisme; (ii) filsafat materialisme; (iii) filsafat naturalisme.
a.
Idealisme
Idealisme adalah suatu ajaran kefilsafatan yang
berusaha menunjukan agar manusia dapat memahami materi atau tatanan
kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakekatnya
yang terdalam. Aliran ini menyatakan bahwa yang sesungguhnya ada dalam dunia,
adalah idea. Segala sesuatu yang tampak dalam wujud nyata indrawi hanya
merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya berada dari dunia idea.
Realitas yang sesungguhnya bukan pada sesuatu yang kelihatan, melainkan pada
sesuatu yang tidak kelihatan. Ada suatu transisi metafisik, berasal dari India
Kuno yang memandang bahwa dunia fisik adalah sesuatu ilusi. Pengalaman adalah
ilusi. Bahkan keanekaragaman itu adalah rupa belaka. Kelakuan dan jiwa pribadi
dianggap tidak mempunyai kepatutan pribadi.
Tokoh cukup penting dalam aliran ini, menurut
Lorens Bagus adalah George Barkeley (1685-1753). Menurut George Barkeley, tidak
ada substansi material dalam dunia ini. Segala substansi terletak bukan pada
aspek fisik melainkan pada substansi idea. Penyebutan kursi atau meja misalnya,
ia hanya merupakan koleksi idea yang ada dalam alam pikiran sejauh yang dapat
diserap. Pendapatnya ini kemudian dikembangkan oleh Fichte (1762-1831) yang
menyatakan bahwa: “yang mengadakan ialah “aku”. Aku sendiri menghasilkan
sesuatu yang bukan “Aku”. Dalam lawanan dialektis dengan bukan “Aku” itu, “Aku”
menjelmakan dirinya sendiri.
b.
Materialisme
Aliran ini menolak hal-hal yang tidak kelihatan.
Menurut aliran ini, yang sesungguhnya ada adalah keberadaannya yang bersifat
material atau tergantung sama sekali terhadap materi. Leukippos dan Demokritos
(460-370 SM) dapat disebut sebagai cermin filosof awal yang membangun teori
ini. Leukippos dan Demokritos berpendapat bahwa: “realitas yang sesungguhnya
bukan Cuma satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Unsur-unsur itu sendiri
tidak terbagi yang kemudian disebutnya sebagai “atom”. Thomas Hubbes
(1588-1679) dapat disebut sebagai pelanjut pemikiran leukippos dan Demokritos.
Tokoh abad skolastik ini berpendapat bahwa: “seluruh realitas adalah materi
yang tidak bergantung pada gagasan dan pikiran manusia”. Seluruh realitas yang
tidak terwujud dalam bentuk materi berada di dalam gerak. Ludwig Andreas
Feuerbach (1804-1872) berpendapat bahwa ”alam material adalah realitas yang sesungguhnya”.
Konsep materialisme inilah, sesungguhnya yang paling dikhawatirkan oleh kaum
agamawan. Sebab berkembangnya aliran ini akan membawa konsekwensi pada
pengingkaran wujud yang tidak terjangkau oleh alat indera yang sangat terbatas
itu, karena ia berwujud di alam yang tidak terwujud dalam perspektif inderawi.
c.
Naturalisme
Naturalisme adalah suatu aliran yang mengajarkan
bahwa apa yang dinamakan kenyataan adalah segala sesuatu yang bersifat
kealaman. William R. Dennes termasuk tokoh penting dalam aliran ini. Ia
berpagangan bahwa kategori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan
adalah “kejadian”. Kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan yang
menyusun kenyataan yang ada. Hanya satuan-satuan semacam itulah yang menjadi
satu-satunya penyusun dasar bagi segenap hal yang ada. Dalam pandangan kaum
naturalistik, terdapat tiga persoalan yang selalu hidup dalam wacana pemikiran
kefilsafatan, ketiga persoalan itu adalah: proses, kualitas dan relasi.
2.
Metafisika Khusus
Metafisika khusus adalah cabang filsafat yang
paling kuno yang ada dalam objek kefilsafatan. Cabang ini membicarakan tentang
alam, Tuhan dan manusia. Persoalan eksistensi ketiga persoalan inilah yang
telah menjadi dialektika menarik di awal kelahiran filsafat awal di Yunani kuno
yang berhasil melogoskan mitos.
a.
Kosmologi
Kosmologi berasal dari bahasa Yunani, cosmos yang
berarti dunia atau ketertiban. Kata ini merupakan lawan dari kata chaos (kacau
balau dan tidak tertib). Sedangkan logy (logos) berarti percakapan atau ilmu. Dengan
demikian, kosmologi dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang alam
fisik atau jagat raya. Aliran filsafat ini menjadikan jagat raya sebagai objek
penyelidikan ilmu-ilmu alam, khususnya ilmu fisika.
Kosmologi membagi alam pada dua jenis penyelidikan.
Pertama, alam, fisikdijadikan sebagai objek penyelidikan kefilsafatan.
Istilah-istilah pokok yang terdapat dalam fisika, misalnya ruang dan waktu;
Kedua, pra-anggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat raya.
Pembahasan ini entu saja melihat alam dalam perspektif yang pertama. Sebab alam
dalam perspektif yang kedua, masuk kedalam wilayah kajian fisika sebagai ilmu
yang berdiri sendiri dan telah tercabut dari filsafat sebagai induknya ilmu
pengetahuan.
Kosmologi sebagai aliran metafisika, dengan
demikian dapat dipandang sebagai suatu aliaran yang memandang bahwa alam adalah
suatu totalitas dari fenomena dan berupaya memadukan spekulasi metafisika
dengan evidensi ilmiah dalam suatu kerangka yang koheren. Persoalan yang sering
dibahas dalam aliaran ini adalah mengenai ruang, waktu, perubahan, kebutuhan,
kemungkinan-kemungkinan dan keabadian. Metode yang digunakannya bersifat
rasional. Secara sederhana, kosmologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
tentang hakekat atau asal usul alam semesta. Berhubungan dengan konsep seperti
itu, maka kosmologi merupakan tempat persemaian bagi apa saja yang ada, karena
ruang dan waktu merupakan keadaan yang nyata dan paling dalam.
b.
Teologi Metafisik
Aliran ini mempersoalkan tentang eksistensi Tuhan yang
bebas dari ikatan agama. Eksistensi atau perwujudan Tuhan dibahas secara
rasionsl dalam perspektif kefilsafatan. Konsekwensi atas dibahasnya Tuhan, maka
Ia telah menjadi objek sistem filsafat yang perlu dianalisis dan dipecahkan
melalui metode ilmiah. Tuhan dilepaskan dari doktrin-doktrin agama.
Bagi penganut aliran metafisik-teologis, Tuhan ada
dan Ia dapat dibuktikan secara rasional. Seluruh makhluk di muka bumi ini
merupakan cerminan dari cahaya Tuhan yang maha kudus dan maha kuasa atas segala
yang ada. Pendapat ini dalam perkembangan selanjutnya mengkristal dalam aliran
filsafat yang disebut dengan monism.
Jika sistem kefilsafatan monisme yang dimaksud,
maka sejatinya aliran ini telah ada sejak jaman Yunani Kuno. Aliran ini telah
ada dan bahkan termasuk persoalan filsafat yang kokoh dipertahankan masyarakat. Meski rintangan
terhadapnya demikian besar dan terkesan bertolak belakang dengan aliran
filsafat formal yang ada. Sejak jaman Parmenides (515-450SM) aliran ini telah
ada. Ia menyatakan bahwa: “yang mengada itu mengada; mustahil sekaligus tidak
mengada. Andaikan ada kejamakan, itu terjadi lebih disebabkan karena terdapat
perbedaan satu sama lain. Jadi, menurut Parmanides, mustahil ada perbedaan dan
kejamakan. Adanya kenyataan yang seolah seperti itu hanya khayalan dan semu.
Yang mengada hanya satu dan tidak terbagi; bersifat sempurna dan komplet
bagaikan bola bulat.
c.
Filsafat Antropologi
Filsafat Antropologi adalah cabang dari metafisika
khusus yang membicarakan tentang manusia. Apakah hakekat manusia? Bagaimana
hubungan antara manusia dan alam? Bagaimana hubungan manusia dan manusia?
Filsafat antropologi berupaya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut apa adanya, baik menyangkut esensi, eksistensi maupun status
relasinya.
“kamu tidak dapat mengubah watak amanusia”.
Pernyataan ini sering ditolak oleh kaum reformer sebagai satu ucapan putus asa dan
suatu alasan yang sangat mudah untuk bersikap masa bodoh terhadap kekalutan
dunia. Meski demikian, kata-kata itu memiliki aspek positif. Mengatakan bahwa
watak manusia tidak dapat diubah berarti bahwa watak manusia itu merupakan
suatu kenyataan dan begitu pula bahwa watak tersebut itu sangat berharga.
Plato membagi manusia menjadi dua bagian. Pertama bagian tubuh dan
kedua bagian jiwa. Tubuh menurut Plato adalah musuh jiwa. Berbagai kejahatan
dilakukan oleh tubuh manusia. Jiwa yang terdapat dalam tubuh yang demikian
seperti penjara, jiwa sendiri menurut Plato dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
nous (akal), thumos (semangat) dan epithumia (nafsu). Karena terpengaruh oleh
nafsu, maka jiwa manusia terpenjara dalam tubuh.
KESIMPULAN
Metafisika berasal dari bahasa
Yunani, meta dan physika. Meta berarti sesudah atau dibalik, sedangkan physika
berarti nyata. Jadi metafisika adalah sesudah fisika atau sesuatu dibalik yang
nyata. Metafisika dibagi kedalam dua bagian yakni metafisika umum (Ontologi)
dan metafisika khusus. Ontologi adalah
cabang filsafat yang membahas tentang hakikat wujud yang ada. Ontologi bergerak
di antara dua kutub, yaitu antara pengalaman akan kenyataan konkrit dan
pengertian “pengada” yang paling umum. Dalam pengertian ini kedua kutub saling
menjelaskan. Ontologi sering juga disebut sebagai metafisika umum, dalam
pembahasannya ontologi melahirkan berbagai alairan filsafat diantaranya:
1.Idealisme: adalah suatu
ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukan agar manusia dapat memahami materi
atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada
hakekatnya yang terdalam. Aliran ini menyatakan bahwa yang sesungguhnya ada
dalam dunia adalah idea.
2.Materialisme: aliran ini
menolak hal-hal yang tidak kelihatan, menurut aliran ini hakikat sesuatu adalah
materi atau hakikat benda adalah materi benda itu sendiri.
3.Naturalisme: adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa apoa yang dinamakan kenyataan adalah segala
sesuatu yang bersifat kealaman.
Bagian kedua dalam metafisika
adalah metafisika khusus. Ini adalah cabang filsafat yang paling kuno yang
terdapat dalam objek kefilsafatan. Cabang ini membicarakan tentang alam, Tuhan
dan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar